Bahkan mengalami traumatis psikis. Untuk itu tekan Sanana, korban perlu ada pendampingan tenaga psikolog.
Sanana melanjutkan, bukan hanya tindakan kekerasan fisik dan psikis oleh para santriwati. Tindakan lainnya yang merugikan juga ada pada pengelola pesantren. Sebab mempersulit proses kepindahan sekolah para korban penaniayaan. Hal itu terbukti dengan tidak mengeluarkan transkip nilai dan surat pengantar pindah dari pesantren.
“Ini bukan persoalan mencoreng marwah dari pesantren. Justru tindakan perlindungan dan pendampingan ini demi memurnikan marwah pesantren. Sebab anak juga terlindungi oleh undang-undang,” ujarnya
Perwakilan Kemenag Kabupaten Banggai, Kasubag Tata Usaha, Zuefa menyatakan, pihaknya belum menerima laporan resmi dari keluarga korban.
“Kami belum bisa menindaklanjuti persoalan tersebut, sebelum menerima laporan atau aduan dari keluarga,” kata Zuefa.
Akan tetapi lanjutnya, lewat hearing ini maka pihaknya akan segera menindaklanjuti.
“Kami mengundang keluarga korban bersama pendamping pada esok hari (Rabu, 19-1), agar bisa memberikan laporannya sekalian dengan membawa hasil rekomendasi hearing ini,” tandasnya.
Dan terhadap perbuatan tersangka yang melakukan penganiayaan pihaknya menyerahkan kepada yang berwajib.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi 1, Samiun L Agi menilai, kasus ini jelas telah mencoreng marwah pendidikan pesantren, yang seyogyanya menjadi tauladan bagi pendidikan umum. *
Discussion about this post