LUWUK, Luwuk Times.ID – Para petani sawit di Kecamatan Batui Kabupaten Banggai merasa terluka terkait kehadiran investasi PT. Sawindo Cemerlang. Setelah selama 11 tahun menjadi korban pembukaan lahan maupun pola kemitraan, para petani menolak bernegosiasi dengan perusahaan tersebut.
Sikap tersebut tertuang dalam surat yang ditanda-tangani petani korban perampasan lahan, Widyastuti M. Yamin dan petani korban plasma SPC Suparman, yang ditujukan kepada Asisten II Setdakab Banggai, tanggal 14 Maret 2021.
Terhadap kunjungan kerja tim investigasi bertalian dengan pemeriksaan lahan dan sistem pola kemitraan antara petani dengan pihak koperasi Sawit Maleo Sejahtera dan PT. Sawindo Cermerlang di Site Office Sawindo Cemerlang, keduanya memberi apresiasi.
Namun demikian sambung Widya dan Suparman, untuk memenuhi rasa keadilan, pihaknya meminta hasil temuan dalam proses pemeriksaan oleh tim investigasi dapat dijadikan bahan referensi bagi petani dan lembaga DPRD Banggai untuk ditindak lanjuti membentuk panitia khusus (Pansus), seperti yang telah dijanjikan komisi 2 DPRD Banggai.
Tidak sekadar menolak negosiasi maupun pemufakatan yang dibangun PT. Sawindo Cemerlang. Penegasan yang sama juga disampaikan terhadap rencana rapel pembyaraan plasma, setelah perusahaan Sawindo Cemerlang juga Koperasi Sawit Maleo Sejahtera yang tidak pernah menjalankan fungsi-fungsinya sebagai pemitra, maupun koperasi sebagai wadah petani.
Perwakilan petani ini juga menuding, penguasaan lahan petani oleh perusahaan Sawindo Cemerlang yang dikuasai kurang lebih 10-11 tahun didapatkan dengan cara-cara tercela.
Baca juga: Pemda Garansi Konflik Petani Sawit Versus PT. Sawindo Berakhir
Bahkan dalam lampiran surat itu disebutkan, dari 58 orang petani, tujuh diantaranya merasakan perampasan atau petani korban perampasan lahan. Lahan petani didapatkan perusahaan dengan cara digusur tanpa pemberitahuan dan selanjutnya dipaksakan menerima kebijakan perusahaan yakni menjadi anggota plasma.
Jika petani menolak, pihak perusahaan tetap akan melakukan kegiatan diatas lahan petani dengan terus memanen buah sawit yang tumbuh dilahan petani tanpa konfirmasi maupun konpensasi.
Petani korban perampasan lahan, terpaksa melakukan somasi hingga tiga kali kepada pihak perusahaan untuk mengeluarkan tanaman sawit yang tumbuh liar diatas tanah petani.
Petani menuntut ganti rugi pemanfaatan lahan selama 11 tahun, dimana sebelumnya tanah memiliki tanaman produktif, seperti kakao, durian, pala dan tanaman bernilai lainnya.
Discussion about this post