Abdullah lantas bertanya kepada Muwaffiq, “Apakah engkau melaksanakan haji tahun ini?” Muwaffiq menjawab, “Tidak.” “Apa yang menghalangimu” Abdullah balik bertanya. Muwaffiq heran lalu balik bertanya, “Kenapa engkau bertanya?” Abdullah mengatakan, “Ceritakan dulu kisahmu sampai tidak bisa melaksanakan haji tahun ini, dan aku akan menceritakan kisahku kepadamu.”
Muwaffiq, sang tukang sepatu lantas bercerita, “Engkau tahu aku hanyalah tukang sepatu,
Sejak 30 tahun lalu aku ingin melaksanakan ibadah haji. Maka aku menabung sedikit demi sedikit sehingga terkumpul 350 dirham. Aku lalu berniat melaksanakan haji tahun ini”
”Satu saat ketika pulang ke rumah, istriku menyuruhku ke rumah tetangga untuk meminta sedikit daging yang mereka masak. Aroma daging yang enak tercium sampai ke rumah. Aku lantas mendatangi rumah tetanggaku untuk meminta sedikit daging yang mereka masak. Dengan alasan istriku sedang hamil dan sangat ingin makan daging yang mereka masak.”
Tetangga Muwaffiq, seorang single mother lantas berujar, “Daging ini haram untukmu dan halal untuk kami. Daging yang kami masak ini adalah daging bangkai kambing yang mati di jalan. Karena kami tidak punya apa-apa lagi yang bisa dimakan, sehingga kami memasak daging bangkai ini.”
Mendengar kisah wanita itu, Muwaffiq segera balik ke rumahnya. Dalam hati terbetik kalimat penyesalan, kenapa ia bisa menzalimi tetangganya dan tidak tahu kondisi mereka yang kelaparan? Ia segera mengambil uang 350 dirham yang akan dipakai untuk haji dan diberikan kepada wanita tersebut. “Aku memilih berinfaq kepada yang membutuhkan, seraya berharap kepada Allah agar 350 dirham yang aku berikan kepada wanita itu, menggantikan semua manasik haji yang harus aku lakukan” ujar Muwaffiq.
Abdullah bin Mubarak lantas berkata, “Engkau benar, dan malaikat yang berdiskusi tentang engkau juga benar. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Di bulan Ramadan tahun ini, kita juga bisa menjadi Muwaffiq, seorang tukang sepatu di Damaskus. Muwaffiq yang tersentuh dan peduli dengan tetangganya yang miskin, lalu memberikan seluruh dana haji yang ia tabung. Muwaffiq tidak menyangka karena infaq tersebut, Allah Swt. menerima ibadah hajinya sekalipun ia tidak berhaji. Dan Allah juga menerima haji enam ratus ribu jamaah karena infaqnya kepada wanita miskin yang memakan bangkai.
Ramadan adalah bulan infaq. Dan karena wabah covid19 bisa jadi ada di antara tetangga kita yang bernasib sama seperti wanita tetangganya Muwaffiq di Damaskus. Ketika kita perhatian dan peduli kepada mereka, ketika kita bisa menyisihkan harta yang dititipkan Allah kepada kita untuk mereka, semoga pahala puasa kita juga bisa sama dengan pahala haji Muwaffiq. Dan bisa jadi, karena infaq kita, Allah Swt. menjamin pahala puasa semua umat Islam di sekitar kita. Menjamin pahala seluruh umat Islam di Kabupaten, Propinsi bahkan negara kita.
Dengan infaq tersebut, walaupun kita juga sama membutuhkan, walaupun kita juga sama kekurangan, walaupun kebutuhan kita untuk puasa dan idul fitri juga belum tercukupi, Allah dengan kuasaNya, akan menyempurnakan pahala puasa kita dan keluarga. Bisa jadi, Allah Swt. juga dengan rahmatNya akan menghilangkan wabah covid 19. Karena kita telah berbuat. Karena kita telah peduli. Karena kita telah berbagi. Seperti yang pernah dilakukan oleh Ali bin Muwaffiq, seorang tukang sepatu di Damaskus. *
(Penulis adalah Ketua MPD PKS Banggai dan Alumni Universitas Al Azhar Kairo, Mesir)
Discussion about this post