Aspek kegentingan yang memaksa dalam Perpu Cipta Kerja tertuang dalam konsideran mengenai beberapa kondisi yang dianggap telah memenuhi parameter kegentingan yang memaksa serta didukung dengan adanya kekosongan hukum karena UU Ciptaker yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Keterangan Pemerintah yang disampaikan oleh Elen Setiadi selaku Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam sidang lanjutan terhadap permohonan Nomor 5/PUU-XIX/2023 dan Nomor 6/PUU-XIX/2023 dalam perkara pengujian Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Kamis (9/3/2023).
Dikatakan oleh Elen, berbagai aturan UU Cipta Kerja sebelumnya telah mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia pasca-Pandemi Covid-19, sehingga norma tersebut terbukti memberikan manfaat bagi penanaman modal dalam negeri.
Sementara itu tak dapat dipungkiri kerentanan perekonomian global yang terjadi, berdampak pada perekonomian nasional termasuk pula resesi ekonomi pada 2023 ini.
Oleh karenanya, kebijakan pemerintah dinilai dapat menjadi penyelamat atas keadaan tersebut. Namun dengan adanya larangan untuk membuat kebijakan strategis atas diputuskannya Perkara Nomor 91/PUU-XVII/2020 telah melahirkan kegentingan memaksa dalam mengatasi persoalan dampak negatif perekonomian global tersebut.
Maka atas hal ihwal kegentingan memaksa pada Perppu Cipta Kerja ini, menjadi langkah mitigasi bagi dampak kondisi ekonomi global karena di dalamnya terdapat aktivitas ekonomi berupa investasi dan konsumsi yang saling terkait.
Kenaikan investasi akan mendorong peningkatan lapangan kerja sehingga pendapatan juga akan meningkat serta diikuti dengan peningkatan konsumsi.
Sementara itu, peningkatan konsumsi akan mendorong tambahan permintaan atas barang dan jasa sehingga mendorong investasi. terkait dengan lahirnya Perppu yang harus didasarkan pada kondisi kegentingan memaksa, Pemerintah menilai keberadaan Perppu Cipta Kerja adalah penilaian subjektif Presiden yang juga harus didasarkan pada keadaan yang objektif, di antaranya kebutuhan undang-undang sangat mendesak untuk menyelesaikan keadaan negara yang dialami masyarakat.
Berdasar hal ini Presiden berhak untuk menetapkan Perppu yang berkedudukan sebagai hak istimewa bagi Presiden. Perlu diingat, sambung Elen, sesungguhnya pembuatan Perppu yang lahir dalam kondisi kegentingan memaksa tersebut berlaku dalam waktu yang singkat hingga dicabut atau dijadikan sebagai suatu norma undang-undang.
Kemudian terkait asumsi liar yang berkembang dimasyarakat bahwa UU/PERPPU cipta kerja tidak pro rakyat (pekerja) dalam klaster ketenagakerjaan, Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziah meluruskan sejumlah asumsi yang timbul dan berkembang pasca disahkannya UU/PERPPU Ciptaker.(26/3/2023).
Pertama, kemnaker menegaskan bahwa uang pesangon tetap ada, tidak dihilangkan seperti rumor yang beredar.
“Bila terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang besarannya sesuai alasan PHK,”
Kedua, Kemenaker menegaskan upah minimum atau UM tetap ada. Mereka menuturkan, gubernur wajib menetapkan UM provinsi dan bisa menetapkan UM kabupaten/kota.
Selanjutnya, terkait upah buruh, tidak ada perubahan pada sistem pengupahan. Upah, lanjut mereka, dapat dihitung berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil. Kemenaker juga memastikan bahwa hak cuti tetap ada.
Bahkan, pengusaha diwajibkan untuk memberikan cuti bagi pekerja. Adapun cuti tahunan paling sedikit adalah 12 hari kerja. Selain itu, perusahaan bisa memberikan istirahat panjang. “Pekerja yang menjalankan cuti tetap mendapatkan upah.
Discussion about this post