Reporter Naser Kantu
JAKARTA – Senator asal Sulawesi Tengah Abdul Rahman Thaha (ART), berpendapat terkait penyelesaian kasus Nurhsyati di Kabupaten Cirebon yang menyita perhatian publik sepekan terakhir.
ART mendukung penyelesaian kasus Nurhayati sesuai hukum acara pidana yang berlaku.
Nurhayati ditetapkan tersangka oleh penyidik dan Penuntut Umum telah nyatakan lengkap (P-21), namun berkembang pemberitaan bahwa Nurhayati adalah sakso yang melaporkan kepala Desanya karena melakukan korupsi.
Mekanisme hukum acara pidana yang dimaksud ART adalah “Apabila berkas udah P-21 maka artinya berkas telah dinyatakan lengkap secara formal dan materiil untuk disidangkan.
Dan kewajiban penyidik sesuai hukum acara pidana adalah menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum bukan malah menghentikan penyidikan,” kata ART dalam keterangan persnya.
Ia menegaskan bahwa SP3 dapat diterbitkan oleh penyidik sebelum berkas dinyatakan lengkap secara formal maupun materiil oleh Penuntut Umum.
Artinya Apabila perkara sudah P-21, yang mempunyai kewenangan untuk menghentikan kasus Nurhayati adalah kejaksaan. Itu atas dasar asas oportunitas dan dominis litis Jaksa.
“Seperti kasus-kasus sebelumnya, ada pencurian motor untuk memenuhi biaya hidup misalnya. Itu yang mengesampingkan perkara adalah Kejaksaan,” sambung Senator ART.
Lebih lanjut, pada pokoknya ia mendukung Nurhayati dilepaskan dari jerat hukum namun harus sesuai Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Pada sisi lain, ia mengingatkan bahwa sebuah perkara pidana harus dibuka seterang-terangnya dan tidak menutupi perkara yang lebih besar dengan mengedepankan berbagai isu, misalnya isu whistleblower.
Karena mungkin saja terjadi seorang wistleblower dihukum karena perannya dalam tindak pidana yg dilaporkannya begitu signifikan.
“Atau bahkan whistleblower hanya melaporkan kasus yg kecil tapi ia menutupi kasus yang lebih besar yang telah dilakukannya. Oleh karena memandang sebuah kasus pidana seharusnya komprehensif dan penuh kearifan,” pungkasnya.
Discussion about this post