Kriminal

SA Institut Dukung Penghentian Kasus Nurhayati Sesuai Mekanisme Hukum

223
×

SA Institut Dukung Penghentian Kasus Nurhayati Sesuai Mekanisme Hukum

Sebarkan artikel ini

Reporter Naser Kantu

JAKARTA – Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad mendukung penyelesaian kasus Nurhayati secara hukum yang berlaku.

Nurhayati ditetapkan tersangka usai melaporkan Kepala Desa-nya yang melakukan korupsi.

Mekanisme hukum yang dimaksud Suparji adalah apabila berkas sudah P-21, maka yang harus mengentikan kasus adalah Kejaksaan. Bukan dari kepolisian melalui SP3.

“Apabila berkas udah P-21 maka artinya berkas telah dinyatakan lengkap secara formal dan materiil untuk disidangkan. Dan kewajiban penyidik sesuai hukum acara pidana adalah menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum bukan malah menghentikan penyidikan,” kata Suparji dalam keterangan persnya.

Ia menegaskan bahwa penerbitan SP3 sebelum berkas dinyatakan lengkap secara formal maupun materiil. Artinya yang mempunyai kewenangan untuk menghentikan kasus Nurhayati adalah kejaksaan.

Baca:  Tidak Cukup Bukti, Kejati Sulteng SP3 Perkara PT. ANI

“Apabila ada kepentingan umum maka Jaksa Agung lah yang berwenang mengesampingkan perkara berdasarkan asas oportunitas dan dominis litis Jaksa. Maka, penyidik agar menghargai lembaga prapenuntutan sebagaimaba diatur KUHAP,” paparnya.

“Seperti kasus-kasus sebelumnya, ada pencurian motor untuk memenuhi biaya hidup misalnya. Itu yang mengesampingkan perkara adalah Kejaksaan,” sambung akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia ini.

Lebih lanjut, pada pokoknya ia mendukung Nurhayati dilepaskan dari jerat hukum namun harus sesuai Hukum Acara Pidana yang berlaku. Maka, ia berharap ke depan Polri lebih selektif dalam menindaklanjuti perkara.

Baca:  Ungkap Kasus Narkoba 359,45 Gram, Polres Banggai Gelar Konferensi Pers

“Penyidik harus punya sensitifitas terhadap keadilan dalam menindaklanjuti perkara. Maka kasus ini harus menjadi pelajaran, karena dikhawatirkan masyarakat yang melapor kejahatan justru ditersangkakan,” pungkasnya.

Pada sisi lain, ia mengingatkan bahwa sebuah perkara pidana harus dibuka seterang-terangnya dan tidak menutupi perkara yang lebih besar dengan mengedepankan berbagai isu, misalnya isu whistleblower.

Karena mungkin saja terjadi seorang wistleblower dihukum karena perannya dalam tindak pidana yg dilaporkannya begitu signifikan.

“Atau bahkan whistleblower hanya melaporkan kasus yg kecil tapi ia menutupi kasus yang lebih besar yang telah dilakukannya.

Oleh karena memandang sebuah kasus pidana seharusnya komprehensif dan penuh kearifan,” pungkasnya.*

error: Content is protected !!