Reporter Sofyan Labolo
LUWUK— PT Wira Mas Permai (WMP) akhirnya duduk satu meja dengan Forum Petani Bualemo Bersatu. Tak hanya kedua pihak yang saling kontra. Dalam rapat itu juga ada Bupati Banggai H Amirudin, Dandim 1308/LB, Kapolres Banggai, Kejari Banggai dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banggai.
Ada dua point yang dihasilkan pada rapat bertempat aula kantor Bupati Banggai, Rabu (30/03/2022) itu.
Pertama, tanah masyatakat Kecamatan Bualemo yang memiliki alas hak akan dikembalikan dan dikeluarkan dari Area HGU PT WMP, dalam jangka waktu singkat.
Kedua, PT WMP wajib dan segera membangun plasma sebesar 20%, yang lahan plasma tersebut diambil dari area inti HGU.
“Iya, rapat bersama tadi siang melahirkan dua point,” kata aktivis Lingkar Gerakan Rakyat (Larra) Ancu, yang intens mengadvokasi para petani asal Kecamatan Bualemo tersebut.
Terlepas dari dua substansi yang merupakan hasil rapat bersama, Ancu menegaskan satu hal.
Pencabutan Izin
Aktivis Larra dan Forum Petani Bualemo Bersatu meminta kepada Pemerintah Daerah agar segera memberikan sanksi kepada PT WMP. Alasannya, karena perusahaan itu telah melanggar ketentuan UU tentang perkebunan.
Hal itu sebagaimana dalam regulasi yang telah berapa kali revisi. Mulai dari tahun 2004, tahun 2007 dan terakhir revisi tahun 2014.
Dalam UU perkebunan jelas Ancu, bahwa pelaku usaha perkebunan wajib membangun perkebunan masyarakat plasma sebesar 20%, dari total luas area Izin perkebunan 3 tahun setelah terbit Izin.
Apabila tambah Ancu, pelaku usaha tidak melaksanakan perintah UU Perkebunan tersebut, maka pelaku usaha itu mendapatkan sanksi berupa, denda, pemberhentian sementara izin dan pencabutan izin perkebunan.
Nah, lanjut Ancu, izin perkebunan dan HGU milik PT WMP itu terbit tahun 2009. Maka 3 tahun setelahnya yakni tahun 2012, mestinya perkebunan masyarakat (plasma) sudah harus terbangun.
Akan tetapi fakta lapangan pihak perusahaan tidak membangunnya. Malah PT WMP baru akan membangun sekarang pada tahun 2022.
“Ini artinya perusahaan telah melanggar ketentuan UU perkebunan,” tegas Ancu.
Oleh karena itu, Ancu kembali menegaskan permintaan kepada Bupati untuk memberikan sanksi sebagaimana ada dalam regulasi tersebut.
“Tuntutan dan harapan kami adalah sanksi pencabutan izin perkebunan,” kata Ancu.
Sekadar diketahui kata Ancu, sanksi terlemah adalah denda, yang rumusannya ada pada Peraturan Menteri dan PP No 26.
Denda tersebut akan menjadi pendapatan daerah bukan pajak. Artinya kalau ada sanksi denda, maka akan ada peningkatan pendapatan daerah.
Apabila denda tidak dibayarkan pihak perusahaan, maka Pemerintah Daerah perlu menerapkan sanksi kedua yaitu pemberhentian sementara izin dan sanksi ketiga pencabutan izin.
“Sanksi denda itu ada puluhan miliar yang wajib perusahaan tunaikan. Dan itu masuk sebagai pendapatan daerah bukan pajak,” ucapnya. *
Discussion about this post