LUWUK, Luwuktimes.id – Dalam pengambilan keputusan di KPU tidak mengenal istilah voting. Apabila benar informasi 3:2 sikap KPU Banggai dalam menyikapi keputusan PTTUN Makassar, maka rusaklah demokrasi.
“Setahu saya KPU tidak mengenal voting dalam pengambilan keputusan kolektif kolegial. Rujukannya adalah UU. Nah, ketika 3:2 itu benar, maka rusaklah demokrasi kita,” kata Ketua Umum Forum Kota (FORKOT) Kabupaten Banggai, Hasbi Latuba, Sabtu (24/10/2020).
Ketika para komisioner menerima putusan PTTUN dan tidak mengajukan kasasi di MA, maka akan termuat dalam berita acara, yang tentu saja memiliki dasar hukumnya.
Kembali pada soal voting, Hasbi berujar, KPU bukanlah lembaga perwakilan rakyat untuk kemudian dalam mengambil keputusan harus musyawarah untuk mufakat. Atau seperti organisasi kemasyarakatan dalam rangka memilih ketua atau jabatan lain, sehingga harus menempuh jalan voting. Akan tetapi bagi KPU dalam memutus selalu bersandar pada aturan.
“Soal siapa yang tidak setuju, silahkan legowo, pleno jalan terus. Jika KPU berprilaku seperti lembaga legislatif atau organisasi, maka rusaklah demokrasi,” kata Hasbi.
Sebab sambung dia, bisa diartikan demokrasi hanya bergantung pada sikap lima komisioner. “Saya kira sudah tepat jika KPU dalam memutus bukan melalui voting,” tutup Hasbi. *
(yan)
Discussion about this post