Oleh: Supriadi Lawani
SEBAGAI masyarakat yang hidup di kabupaten Banggai kita semua tahu bahwa banyak politisi yang berhasil menduduki jabatan publik di Banggai adalah orang-orang kaya atau paling tidak mereka adalah pebisnis yang memiliki banyak aset baik yang bergerak maupun tidak.
Di kabupaten Banggai untuk dapat menjadi anggota DPRD maupun DPR apalagi Bupati dan wakil Bupati dalam pendapat banyak orang harus memiliki kekayaan atau paling tidak memiliki kerabat yang kaya.
Dalam percakapan publik di Banggai ketika ada yang mau mencalonkan diri menjadi DPRD, DPR, ataupun Bupati dan wakil Bupati maka pertanyaan orang-orang pada umumnya adalah apakah dia punya uang atau siapa yang membiayai kampanyenya nanti.
Ini semua dikarenakan untuk dapat menjadi pejabat di daerah ini memang harus mengeluarkan banyak ongkos untuk itu banyak politisi memamerkan kekayaan mereka agar dianggap pantas untuk menjadi pejabat tertentu.
Dalam politik seperti dikatakan Made Supriama pamer kekayaan adalah salah satu cara mendapatkan kekuasaan, lebih lanjut saya kutip agak panjang sebagai berikut:
“memamerkan kekayaan dan glamor sesungguhnya bukan merupakan kelemahan namun juga bisa menjadi kekuatan, khususnya di kalangan rakyat miskin yang selalu mengharapkan uluran tangan kaum berpunya. Ekspolitasi harapan inilah yang seringkali membuat orang kaya bisa berkuasa lama – dan mungkin selamanya”.
Singkatnya untuk menjadi pantas menduduki jabatan publik di Banggai bukan karena rekam jejaknya, dedikasinya kepada rakyat dan kecerdasan gagasannya untuk memajukan daerah tapi seberapa banyak uangnya.
Namun dalam catatan ini saya tidak mendiskusikan tentang bagaimana pamer kekayaan bisa menjadi strategi untuk dapat berkuasa, semoga dikesempatan lain kita bisa mendiskusikannya, pada kesempatan ini saya lebih membahas kaitan antara orang kaya dan politik khususnya di kabupaten Banggai dan apa motif dibalik keikutsertaannya dalam politik.
Kekuasaan Politik Memberikan Otoritas Untuk Akumulasi Kekayaan
Bukan menjadi rahasia bahwa kekuasaan politik dapat memberikan otoritas kepada individu atau kelompok untuk mengakumulasi kekayaan. Hal ini bisa terjadi melalui berbagai cara, seperti pengaruh dalam pengambilan keputusan politik yang menguntungkan bisnis mereka, perjanjian kontrak dengan pemerintah atau akses ke sumber daya yang bernilai tinggi seperti pengaturan proyek pemerintah dan izin pengelolaan sumberdaya alam.
Praktek-praktek yang paling mengemuka khususnya di kabupaten Banggai adalah bagaimana pengaruh dan kekuasaan politik dapat mengamankan perjanjian kontrak dengan pemerintah untuk dapat menjadi kontraktor pemerintah yang memberikan akses eksklusif ke proyek-proyek besar.
Kemudian juga seperti yang sudah saya singgung diatas pengaruh dan kekuasaan politik juga dapat digunakan untuk memengaruhi proses perizinan dan regulasi bisnis, memudahkan perusahaan dalam beroperasi dalam mengeksploitasi kekayaan alam daerah.
Lebih jelasnya dengan kekuasaan politik para pejabat politik dapat memberikan akses yang lebih baik kepada bisnisnya ataupun bisnis keluarganya terhadap sumber daya publik, seperti lahan, perizinan, infrastruktur, dan kontrak pemerintah. Hal ini ditujukan agar bisnis mereka dapat berkembang lebih cepat dan lebih menguntungkan.
Bukan Kebaikan Hati Namun Keuntungan yang Lebih Besar
Ada ungkapan yang sering dilontarkan masyarakat dalam percakapan keseharian mereka bahwa seseorang itu sudah kaya, sopan, religius dan dermawan yang mana ungkapan itu lahir bersamaan orang yang dimaksud membagi – bagikan sejumlah uang atau sembako.
Namun banyak orang yang tidak memahami motivasi apa yang bersembunyi dibalik tabir kesopanan, religiusitas dan kedermawanan tersebut, kenapa tiba-tiba menjelang pemilu atau pemilihan seseorang itu menjadi seperti itu dan dengan mudahnya dapat mengeksploitasi harapan ditengah kemiskinan dan inflasi.
Banyak dari kita memang selalu terjebak dalam hal – hal yang sifatnya aktual dan melupakan esensi dari sebuah fenomena politik. Bahwa bersedekah memang suatu hal yang baik namun jika bersedekah untuk menutupi motivasi akumulasi kekayaan melalui kekuasaan politik adalah pengkhianatan terhadap rakyat.
Dari argumentasi diatas dapat kita simpulkan bahwa banyak orang kaya yang ketika menjelang pemilu ataupun pemilihan tiba – tiba menjadi religius dan sangat dermawan padahal kita sejak dari sekolah dasar paham hukum ekonomi kapitalistik adalah modal sedikit menghasilkan keuntungan yang banyak bahwa kapitalisme adalah akumulasi demi akumulasi kekayaan dan begitu seterusnya.
Telah menjadi hukum dalam kapitalisme bahwa si kapitalis memiliki keserakahan tingkat tinggi dan dorongan menjadi kaya raya sebagai hasrat yang paling utama.
Politik bagi orang kaya bukan karena dorongan moral dibalik tampilan religius, bukan pengabdian rakyat dibalik kesan dermawan namun satu intinya ada keuntungan, ada laba disana. *
Penulis adalah aktivis dan praktisi hukum
Discussion about this post