BUOL— Pengolahan emas dengan sistem tong, memungkinkan pemisahan yang efisien, antara emas dengan material lain, seperti logam dan batuan. Proses mendapatkan biji emas pada sistem tong dilakukan lewat pengolahan bebatuan yang mengandung emas dengan sianida.
Sianida, merupakan senyawa kimia yang sangat beracun dapat mematikan manusia. Bagi lingkungan Sianida berbahaya karena akan menjadi racun bagi mikroorganisme. Di banyak negara penggunaan sianida untuk pengolahan emas dilarang.
Pengolahan emas dengan sistem tong yang efisien, murah dan pemurnian yang efektif, ternyata menggoda hasrat pengusaha dan penambang untuk “bermain emas” di Kecamatan Paleleh dan Paleleh Barat, Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Pengolah Emas
Saat ini, pengolahan emas ilegal (tidak memiliki izin) dengan sistem tong di Paleleh dan Paleleh Barat, tumbuh subur, bagai jamur di musim hujan.
Hasil pantauan di lapangan, serta konfirmasi dengan beberapa pengusaha, penambang dan tokoh masyarakat di Desa Hulubalang, Kecamatan Paleleh Barat, sedikitnya ada 7 pengolah emas dengan sistem tong, dengan inisial S, A, Dg I, L, Dg N, I, C M. Di Desa Lintidu, Kecamatan Paleleh ada 4 pengolah dengan inisial C, MB, Dg H, C O.
Menjamurnya aktifitas pengolahan emas ilegal, dengan menggunakan sistem tong, patut mendapat perhatian dari pemerintah Kabupaten Buol serta penegak hukum di sana.
Terlebih pengolahan emas sistem tong, menggunakan sianida, senyawa kimia yang sangat beracun dan dapat merusak lingkungan.
Kejadian bocornya bak penampung air limbah sianida, milik S pengolah emas sistem tong di Desa Hulubalang, membuat sebagian warga panik dan cemas. Takut terkena limbah sianida yang sangat beracun.
Informasi bocornya air limbah sianida di Hulubalang, inilah yang memantik ke-ingin tahuan Luwuk Times, Voxnusantara dan Jarrak Pos.
Minggu 10 November 2024 sejumlah media berangkat ke Paleleh dan Paleleh Barat. Dua lokasi pengolahan emas sistem tong yang letaknya di Poros Jalan Buol – Paleleh kami kunjungi.
Kami disambut hangat dan ramah oleh penanggung jawab lapangan (mandor). Kami pun memperkenalkan diri dengan identitas sebagai wartawan. Tanya jawab sempat berlangsung 5-7 menit dalam suasana santai.
Sang mandor tidak menampik kegiatan pengolahan emas menggunakan sianida.
“Benar disini pengolahan emas menggunakan sianida. Tetapi air limbahnya kami perhatikan agar tidak bocor hingga bisa merusak lingkungan”, ujar sang mandor.
Disinggung dari mana sianida didapat? Kalau itu bos yang tahu karena kami hanya pelaksana di lapangan, terang si mandor.
Usai mendapat penjelasan dari lapangan, wartawan menemui Dg Herman pemilik pengolahan emas sistem tong, di kediamannya Kompleks Pertokoan Paleleh.
Bertemu Dg Herman kami menyampaikan salam dan meminta waktunya untuk konfirmasi terkait pengolahan emas. Salam kami dijawab Dg Herman dengan pertanyaan.
“Apakah bapak-bapak dari Polda”
Spontan kami menjawab, bukan. Kami dan rekan dari media. Sempat hening beberapa menit karena Dg Herman terlihat sibuk menelpon.
Semakin Arogan
Belum sempat kami bertanya jawab dengan Dg Herman. Tiba-tiba kami dikejutkan dengan kehadiran 3 orang yang langsung menghardik Wartawan yang sedang menjalankan tugas profesinya.
Dengan nada tinggi mereka menghardik Wartawan.
Discussion about this post