Reporter Setiyo Utomo
PALU— Klaim atas aset tanah seluas 8000 meter persegi yang terletak di jalan Watumapida Palu yang kini dijadikan asrama putra oleh pemerintah kabupaten (Pemkab) Buol, ternyata perlu pembuktian lebih jauh.
Pasalnya, Wakil Bupati Buol, Abdullah Batalipu, S.Sos dalam pertemuan dengan Pemkab Tolitoli yang dimediasi oleh Pemprov Sulawesi Tengah (Sulteng) bahwa tanah di Jalan Watumapida adalah milik Pemkab Buol, dengan alasan tanah telah dibeli secara patungan oleh para pedagang kopra asal Buol.
Tapi pada kenyataanya bukti-bukti pendukung berupa surat pembelian atau sertifikat atas tanah dimaksud belum bisa ditunjukan.
Ironisnya lagi meski Wabup Buol mengaku tanah dibeli para pedagang kopra asal Buol dalam kenyataannya sertifikat atas tanah tersebut ada di Pemkab Tolitoli.
Saling klaim atas tanah seluas 8000 meter persegi yang kini dijadikan asrama putra Buol, membuat Pemprov mengambil langkah bijak untuk memediasi kedua daerah bersaudara itu.
Plt Sekprov Sulteng, Ir Faisal Mang, MM dikonfirmasi Luwuk Times Rabu (28/3), seputar masalah tarik menarik aset asrama mahasiswa antara Pemkab Buol dan Pemkab Tolitoli.
Menurut Sekprov Faisal Mang, bulan lalu pihaknya sudah mempertemukan kedua belah pihak untuk dimediasi.
Pemkab Buol dihadiri Wakil Bupati Abdullah Batalipu.S.Sos sementara Tolitoli dihadiri langsung oleh bupati, H Amran Yahya.
Dalam pertemuan itu Pemprov sudah berupaya semaksimal mungkin mencarikan solusi terbaik untuk kedua daerah diantaranya dengan menyarankan untuk dibagi dua.
Pemprov Buol tetap ngotot sebagai pemilik lahan tersebut dengan alasan dibeli oleh para pedagang kopra asal Buol.
Sementara Pemkab Tolitoli bertahan dengan bukti sertifikat.
Tak ayal karena kedua pihak tetap ngotot dengan pendiriannya, besar kemungkinan masalah ini harus berujung di meja hijau (pengadilan).
Bupati Tolitoli, H Amran Yahya saat dikonfirmasi Luwuk Times pekan lalu di Tolitoli, menjelaskan, asrama mahasiswa di jalan Watumapida Palu yang diklaim Pemkab Buol sebagai milik mereka faktanya sertifikat lahan tersebut atas nama Tolitoli dan ada di Tolitoli.
Pemkab Buol dan Pemkab Toitoli sejatinya bersaudara (Kakak beradik) harusnya dialog dalam suasana kekeluargaan yang harus dikedepankan.
Tapi karena Pemkab Buol tetap ngotot dan tidak mau menerima opsi yang ditawarkan untuk dialog, jadi sikap Pemkab Tolitoli hanya menunggu apa harus berdialog lagi atau lewat jalur hukum.
Tokoh masyarakat sekaligus tokoh perjuangan pemekaran Kabupaten Buol, H Ibrahim Timumun mengatakan, jika kita bicara aset daerah harusnya Pemkab Buol dan Pemkab Tolitoli yang masih sedarah kakak beradik harusnya tidak sulit untuk dicarikan jalan keluarnya.
Tidak boleh dengan suara tinggi dan merasa menang sendiri. Dialog dan kompromi harus dikedepankan.
Jangan tergesa- gesa untuk membawa persoalan ke ranah hukum. Pasalnya dua daerah ini bersaudara dan saat Buol dilahirkan Tolitoli juga iklas melepas.
Saat ini belum terlambat untuk membuka lagi komunikasi. Bahkan Ibrahim mengaku siap hadir bersama Mansur Sadu jika diundang untuk membantu penyelesaian aset yang kini jadi perdebatan antara Pemkab Buol dan Pemkab Tolitoli. *
Discussion about this post