IKLAN

Sulteng

Perlukah Konsep Wisata Covid Diterapkan di Kabupaten Banggai?

201
×

Perlukah Konsep Wisata Covid Diterapkan di Kabupaten Banggai?

Sebarkan artikel ini
Ismail Yunus

Reporter Sofyan Labolo

PALU, Luwuk Times— Ketua Fraksi Amanat Rakyat DPRD Sulteng, Ismail Yunus terus menaruh perhatian buat Kabupaten Banggai. Kepeduliannya, karena daerah ini kasus penambahan pasien terkonfirmasi terus meroket.

Sebelumnya, Sekretaris DPD Partai Hanura Provinsi Sulteng ini menyarankan agar Pemda Banggai menyiapkan isolasi terpusat bagi para pasien terpapar, kali ini dia punya ide lain yakni penerapan konsep wisata covid.

Seperti apa model wisata covid itu?

Kepada Luwuk Times Senin (09/08), wakil rakyat dari dapil Banggai-Bangkep-Balut ini mengaku punya pengalaman di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

Disana kata dia, Pemprov nya memprogramkan wisata covid.

Baca:  Polda Sulteng Sidak Tiga SPBU di Kota Palu

Para pasiennya mendapat penanganan maksimal. Sehingga selama proses perawatan, pasien merasa nyaman.

“Pemprov Sulsel itu menganggarkan isolasi terpusat itu di hotel berbintang. Pasien isolasi merasa nyaman. Sehingga banyak yang mau. Bahkan antrian. Mereka ditangani para dokter yang profesional, tenaga medis atau nakes yang lengkap. Dengan begitu pasien merasa nyaman,” kata Ismail.

Baca juga: Antusias Warga Terhadap Ruang Isolasi Terpusat Minim

Memang lanjut Ismail, konsep ini berkonsekwensi pada anggaran. Tapi yang pasti endingnya akan baik. Pasien yang berada di isolasi terpusat akan lebih mudah terkontrol.

Apakah strategi ini layak diterapkan di Kabupaten Banggai?

Baca:  Tata Kelola RSUD Luwuk Disorot, Sri Lalusu: Perlu Penyegaran Pejabat

Putra mendiang mantan Bupati Banggai, HM. Yunus kembali berujar, bisa saja. Tapi tergantung dari masyarakatnya. Apakah siap tidak, fasilitas itu berada berdekatan dengan pemukiman masyarakat.

Saran Ismail ini, muncul lantaran sebelumnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai, Anang S. Otoluwa mengaku bahwa yang menjadi problem bukan pada krisis tempat yang dijadikan isolasi terpusat, melainkan keengganan warga menempati fasilitas tersebut.

“Isolasi mandiri (isoman) bisa menimbulkan bencana baru. Bisa timbulkan klaster keluarga. Tapi kalau isolasi terpusat lebih terpantau penanganannya. Tapi harus ditunjang dengan fasilitas memadai, sehingga pasien merasa nyaman,” tutup Ismail. *

error: Content is protected !!