BATUI— Nama Demas Saampap sontak viral di media sosial (media). Itu setelah petani asal Desa Honbola, Kecamatan Batui Kabupaten Banggai ini oleh aparat kepolisian menjadi tersangka setelah sebelumnya PT. Sawindo Cemerlang (Kencana Agri Group) membawa persoalan itu ke ranah hukum.
Bagaimana kronologi sehingga ia harus berurusan dengan aparat penegak hukum?
Berdasarkan keterangan pers, Demas Saampap menilai bahwa penetapannya sebagai tersangka merupakan akal-akalan dari anak perusahaan Kencana Agri. Dan hal ini tidak bisa ditolerir karena sarat penipuan.
Parahnya lagi kata Demas pemerintah seolah gagu dalam penyelesaiannya.
“Seharusnya penetapan saya sebagai tersangka tidak boleh dilakukan. Karena proses masalah sedang ditangani Pemda Banggai,” kata dia.
Adapun pemanenan oleh petani, itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan sistem tanggung renteng ala Sawindo yang telah merugikan petani.
Tidak hanya itu sambung Demas, petani juga berjuang atas keabsahan lahan milik mereka.
Dari sisi ini banyak lahan petani di klaim sepihak oleh perusahaan melalui mafia tanah untuk disetor ke perusahaan yang kemudian diajukan ke BPN.
Dengan tujuan untuk menghilangkan hak-hak petani yang sebenarnya.
Sementara mengenai tanggung renteng adalah upaya untuk memperdaya petani.
Dengan aturannya perusahaan hanya mau membayar Rp 380 ribu setelah dipotong 30 persen sebagai angsuran kredit plasma dari nilai hutang yang disamaratakan Rp 63 juta.
“Ini berarti petani telah dipatok dengan angsuran kredit sebesar Rp 114 ribu per bulannya,” ucap Demas.
Dari situ ketahuan petani baru dapat melunasi kreditnya ke perusahaan setelah 48 tahun.
Artinya petani tidak boleh lunas agar perusahaan terus menguasai lahan dengan kedok anggota plasma.
Dari situlah sambung Demas Saampap ia melawan sistem feodal tersebut.
Karena Ia berpikir jika panen sendiri maka dia lebih cepat melunasi hutang karena hasilnya besar pula.
“Jika panen sendiri dia bisa membayar kredit Rp 2-3 juta per bulan, berbanding terbalik dengan pelunasan 114 ribu sesuai gaya perusahaan,” ucapnya.
Tapi upaya Demas berujung kriminalisasi. Pemerintah dan penyidik tidak mau tahu substansi masalah. Yang ada hanya mengaburkan solusi dengan menyandera petani di bawah hukum. *
Discussion about this post