NAMA Gibran Rakabuming Raka, akhir-akhir ini trend dan popular, sedang membumi dan mendunia. Betapa tidak? Walikota Solo ini sekaligus sebagai putra sulung Presiden Joko Widodo secara resmi telah di deklerasikan sebagai calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto sebagai Capres 2024 yang di usung dan di dukung oleh Koalisi Indonesia Maju.
Analisis politik yang telah memprediksi bahwa Gibran yang akan di putuskan Prabowo dan Ketua umum partai lainnya sebagai Cawapres benar adanya dan tidak meleset.
Latar belakang pemikiran ini, berangkat dari keputusan MK yang telah menyetujui usulan batas usia pensiun Capres dan Cawapres paling rendah 35 tahun.
Sekalipun penuh kerumitan dan keributan publik terkait keputusan MK ini, tetapi berangsur-angsur surut karena yang pro dan kontra jumlah nya hampir seimbang.
Negeri ini sebagaimana pernah diungkapkan Gus Dur (2003) PENAKUT, tidak ada yang berani melawan ketidakbenaran dan ketidakadilan yang terjadi di depan mata.
Publik Indonesia menjadi putus asa dan pasrah untuk mengumandangkan kebenaran dan keadilan, karena praktek penyelenggaraan Pemerintahan dalam penerapan pasal-pasal UU dan ketentuan peraturan lainnya tidak dapat dilaksanakan secara konsisten dan tegaklurus, karena pasal-pasal di negeri ini dapat dijual belikan (Mahfud MD, 2021).
Hukum tumpul keatas dan tajam ke bawah bukan lagi menjadi opini tetapi telah menjadi fakta yang tak terbantahkan.
Nama-nama besar seperti Eric Tohir, Erlangga Hartarto, Ridwan Kamil, Prof Yusril Ihza Mahendra, Jenderal Andhika Prakasa, dan sejumlah nama besar lainnya dikalahkan dan ditenggelamkan oleh seorang anak muda bernama Gibran Rakabuming Raka.
Apakah tampilnya Gibran adalah rekayasa politik, skenario kekuasaan atau memang ini adalah mukjizat yang dimiliki Gibran sekalipun ia anak seorang Presiden yang sedang berkuasa.
Ada 2 (dua) sudut pandang melihat hal ini.
Pertama, bila menggunakan kaca mata sederhana atau menggunakan politik deskriptif yang sangat linear, maka dapat dikatakan bahwa ini adalah skenario dari sistem dan kekuasaan yang ada pada saat ini.
Karena peluang Prabowo untuk memenangkan Pilpres 2024 sangat ditentukan oleh siapa cawapres nya.
Dan hal itu akan terwujud bila Prabowo menggandeng GRR, sebab semua sumber daya termasuk sumber daya anggaran dan sumber daya kekuasaan sebagai sumber daya vital dimiliki GRR.
Kedua, bila menggunakan sudut pandang yang lebih inovatif dan kreatif atau menggunakan sudut pandang kalkulus politik, maka fenomena GRR ini adalah isarat atau tanda-tanda langit yang sulit di elakkan.
Ada keterlibatan Tuhan dalam seluruh proses politik yang mengangkat nama Gibran sejak ia menjadi Walikota Solo dan saat ini menjadi Cawapres Prabowo dimana usia nya masih sangat muda yang diragukan kemampuan kepemimpinan nya (Ahok, 2023).
Menurut Basuki Cahaya Purnama (Ahok), kita ini mau pilih Presiden yang akan memimpin 270-300 juta penduduk bukan main-main, dan jangan mencoba-coba.
Bahkan menurut mantan Presiden Jusuf Kalla (2023) bahwa coba kalian bayangkan, seandainya dalam sebuah acara kenegaraan, protokol ( MC) menyebutkan hadirin di mohon berdiri, Wakil Presiden RI GRR memasuki tempat acara, dan semua jenderal-jenderal bintang empat, para menteri dan para guru besar.
Para Kyai sepuh harus berdiri memberi penghormatan kepada Wapres yang tidak punya pengalaman dan pengetahuan yang cukup untuk menjadi pemimpin.
Semua argumentasi diatas memang sangat rasional tetapi juga sangat tradisional. Mengapa sangat tradisional, karena jangan lupa dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta kemajuan komunikasi dan informasi, paradigma berpikir yang linear sudah tidak laku lagi dan ketinggalan, dimana kita telah memasuki babak baru yang telah menghancurkan dan merusak cara berpikir lama.
Discussion about this post