Advertisement
Sulteng

Heboh, 50 Hektar Tanah Milik Desa Dijual ke Perusahaan Tambang, Warga Morut Turun ke Jalan

293
×

Heboh, 50 Hektar Tanah Milik Desa Dijual ke Perusahaan Tambang, Warga Morut Turun ke Jalan

Sebarkan artikel ini
Aksi damai warga Desa Tamainusi Kecamatan Soyo Jaya Kabupaten Morowali Utara terkait dugaan praktik mafia tanah, Sabtu 24 Agustus 2024. (Foto Istimewa)

MORUT— Dugaan praktik mafia tanah menghebohkan terjadi di Kabupaten Morowali Utara (Morut) Provinsi Sulawesi Tengah. Seluas 50 hektar lebih tanah milik pemerintah desa dijual ke perusahaan tambang.

Kasus penjualan tanah desa sudah dilaporkan ke pihak Polres setempat ini terjadi di Desa Tamainusi Kecamatan Soyo Jaya.

Dugaan praktik mafia tanah itu semakin diperkuat dengan turunnya ratusan warga Desa Tamainusi ke jalan.

Mereka menggelar aksi damai Sabtu 24 Agustus 2024, di sekitar tanah desa yang dijual ke PT CSS.

Aksi itu bertepatan dengan kegiatan perusahaan untuk melakukan pengukuran dan pemasangan patok di lahan desa yang sudah dibeli.

Informasi yang dihimpun wartawan menyebutkan, ada tiga oknum yang diduga menjadi otak pelaku penjualan tanah desa.

Ketiga oknum tersebut yaitu mantan Kades Tamainusi inisial D, oknum pegawai Kecamatan Soyo Jaya inisial YBH, dan oknum pegawai KUA Kecamatan Soyo Jaya inisial B.

Bahkan ketiganya sudah dilaporkan ke Polres Morowali Utara dengan delik aduan tindak pidana penjualan tanah milik Pemerintah Desa Tamainusi. Yang mewakili masyarakat membuat laporan polisi adalah BPD Tamainusi.

Pembuatan SKT

Modus penjualan tanah Desa Tamainusi yaitu dengan membuat surat keterangan tanah (SKT) kepada beberapa warga. SKT tersebut dikondisikan dengan cara dibuat backdated (tanggal mundur).

Baca:  Bersama Ustadzah Astri Ivo, Mustar Labolo Hadiri Tablik Akbar di Palu

Kurang lebih 15 warga Tamainusi dibuatkan SKT backdated. Setiap warga dijatah dua hektar per orang. Oleh perusahaan, harga per hektar dibandrol Rp60 juta.

Ke-15 warga yang SKT-nya dikondisikan sudah diperiksa polisi. Mereka mengaku hanya menerima Rp40-45 juta per SKT dari hasil penjualan. Saat di kantor polisi, mereka juga tidak mengetahui lokasi tanahnya berdasarkan SKT.

Selain 15 warga tersebut, sisa dari hasil penjualan dibagi oleh ketiga oknum (D, YBH dan B) yang diduga menjadi otak pelaku.

Beberapa waktu lalu, BPD Tamainusi sudah melakukan musyawarah dengan masyarakat terkait masalah ini. Kesimpulannya, masyarakat sepakat kasus tindak pidana penjualan tanah desa dibawa ke proses hukum.

Abidin, perwakilan BPD Tamainusi mengatakan, 15 warga Tamainusi yang dibuatkan SKT dan telah menerima uang, harus membantu desa dalam mengungkap masalah ini. Karena jangan mereka terjebak dalam permainan mafia tanah.

“Ke-15 warga akan dibantu. Mereka siap dibantu dalam urusan mengembalikan uang. Dengan catatan, mereka jangan takut bicara dan menceritakan kejadian yang sebenarnya di hadapan pihak kepolisian. Karena kasus ini sudah dilaporkan,” ujar Abidin saat aksi damai di lokasi tanah desa Sabtu pagi (24/8/2024).

Baca:  Berapa Bonus Atlet Banggai Jika Merebut Medali di Porprov se Sulteng?

Ia meminta masyarakat jangan takut dalam mengungkap kebenaran. Karena kebenaran tidak pernah kalah meski jalannya sulit. Harus jujur bersuara agar tidak menjadi korban mafia tanah.

“15 warga hanya jadi korban. Mereka bukan pelaku yang sebenarnya,” tegas Abidin.

Hal senada juga disampaikan Kades Tamainusi nonaktif, Ahlis. Ia meminta ketiga oknum yang diduga menjadi pelaku segera mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia sangat menyayangkan penjualan aset desa.

Informasi yang diterima Ahlis, perusahaan yang membeli tanah sudah mengeluarkan uang Rp2,4 miliar demi mendapatkan 50 hektar lebih tanah Desa Tamainusi.

Dan perusahaan memang berhubungan dengan ketiga oknum yang diduga menjadi pelaku utamanya.

“Perusahaan (PT CSS) sepertinya sudah tahu bahwa mereka tertipu. Bisa jadi mereka juga akan melaporkan masalah ini,” kata Ahlis saat bersama warga Tamainusi di lokasi aksi damai.

Meksi demikian, Ahlis mengimbau warga Tamainusi untuk tetap menjaga kondusifitas di desa. Jangan ada yang terprovokasi melakukan tindakan yang melanggar hukum. Kasus penjualan tanah desa saat ini telah berproses di kepolisian.

“Kita serahkan masalah ini ke ranah hukum. Biarkan hukum yang mengadili para pelaku. Dan 15 warga adalah korban juga,” terang Ahlis. *