Ketiga siklus tanggungjawab itu bermakna bahwa para penyelenggara pemerintahan wajib berjanji dihadapan publik, dan dapat membuktikan janji nya itu dihadapan publik untuk mendapat kepercayaan. Fenomena dan gejala ketidakpercayaan publik (dis-trust) terhadap Pemerintahan dari dahulu hingga saat ini akar masalahnya adalah janji-janji pemerintahan yang tidak terbukti.
Aksi dan demonstrasi massa sering dan selalu terjadi yang tercatat pada apparat keamanan (polisi dan TNI) hampir 100 % karena janji-janji para gubernur, Bupati dan walikota yang tidak terbukti.
Janji yang tidak terbukti tersebut membawa kepada efek-efek pemerintahan lainnya, seperti: korupsi, perselingkuhan pejabat, jual beli jabatan dan seterusnya. Persoalan inilah yang setiap waktu di hadapi oleh Kementerian Dalam Negeri dan dicarikan solusi pemerintahan terbaik agar roda pemerintahan di semua level dan tingkatan terus berjalan dan tidak terganggu.
Antara tanggungjawab dan resiko yang dihadapi oleh Kementerian Dalam Negeri, tidak selalu linear atau berbanding lurus.
Tesis nya adalah semakin tinggi dan besar tanggungjawab yang dipikul oleh Kemendagri dalam arti dapat membuktikan janjinya maka semakin kecil pula resiko yang dihadapi, sebaliknya semakin tinggi dan besar Kemendagri mengabaikan tugas dan tanggungjawabnya dalam arti tidak dapat membuktikan janjinya maka akan semakin besar resiko yang akan dihadapi.
Tesis diatas inilah yang terus di lakukan pembinaan dan pengawasan oleh Kemendagri agar para Gubernur, Bupati dan Walikota dapat mengelola Pemerintahan nya secara efektif, efisien, inovatif dan kreatif.
Para pejabat gubernur, Bupati dan Walikota yang sudah dilantik oleh Presiden dan Mendagri melalui gubenur di daerahnya masing-masing wajib melaksanakan tanggungjawab pemerintahan secara baik dan benar.
Tidak saja kewajiban netralitas, tetapi yang paling dibutuhkan rakyat adalah membuktikan Janji nya saat di sumpah jabatan, dan menunjukkan leadership nya agar dipercaya rakyat.
Krisis kepercayaan publik yang menjadi sorotan saat ini Sebagian besar menjadi tanggungjawab Kemendagri untuk mengembalikan kepercayaan itu agar roda pemerintahan terus berjalan sesuai konstitusi.
Keadilan, kesejahteraan dan kemandirian rakyat menjadi isu-isu utama yang sangat penting dan hal itu telah menjadi konsen dan focus penting dalam setiap kebijakan Kementerian Dalam Negeri dalam mengelola Pemerintahan di dalam negeri.
Betapa kompleks, ruwet dan ribet nya permasalahan pemerintahan dalam negeri, sehingga setiap pergantian kepemimpinan nasional (Presiden, gubernur, Bupati dan walikota) selalu ada perangkat baru yang dilahirkan bahkan ada perubahan serta pergeseran nama komponen dalam struktur organisasi Kemendagri.
Sebut saja Badan Nasional Pengelola Daerah Perbatasan (BNPP) yang dikomandani langsung Tito Karnavian memiliki peran yang sangat strategis bagi bangsa dan negara dalam menghadapi ancaman dari dalam negeri maupun dari luar.
Sebagai contoh masalah Pulau ligitan dan sipadan, yang pada akhirnya jatuh ke tangan Malaysia, karena tidak ada Lembaga negara yang mengurus khusus masalah perbatasan.
Kementerian Dalam Negeri merupakan Kementerian yang memiliki keunikan sendiri, yang berbeda dengan kementerian lainnya.
Keunikan itu, salah satunya Lembaga ini tidak dapat dibubarkan, siapapun Presiden nya atau siapapun Pimpinan DPR nya.
Kementerian lainnya hari ini di lahirkan, besok pun dapat di bubarkan.
Oleh karena itu, Presiden dalam mengangkat Menteri Dalam Negeri di seleksi secara ketat sosok nya, harus dan wajib SDM nya yang berkualitas dan berkaliber Internasional, seperti sosok Moh Tito Karnavian yang memiliki reputasi dan prestasi yang membanggakan. *
Penulis adalah Arsiparis Ahli Utama Direkorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri RI
Ikuti Berita Luwuk Times di Google News
Discussion about this post