IKLAN

Opini

Indonesia Bebas Korupsi Hanya Mimpi

773
×

Indonesia Bebas Korupsi Hanya Mimpi

Sebarkan artikel ini

Oleh: Karunia Apriliany

SETIDAKNYA pekan ini Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK terkait dugaan pelanggaran etik.

Kasus terakhir yang menyeret nama Firli ini terkait dugaan keterlibatannya dalam kebocoran dokumen hasil penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Firli dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas), Senin (10/4/2023), oleh gabungan masyarakat sipil yang terdiri dari pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Public Virtue Research Institute. (Jabar.tribunnews.com)

Dalam waktu delapan hari, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak tiga kali. Puluhan orang ditangkap.

Ketiga OTT itu meringkus Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub, dan terakhir Wali Kota Bandung Yana Mulyana. (Kompas.com)

Baca:  Neokomunis Indonesia: Fatamargona?

Sebelumnya agenda pemberantasan korupsi mendaparkan perlawanan dari luar. Kini sepanjang kurang lebih empat tahun terakhir, kegaduhan dari dalam KPK justru membayangi masa depan pemberantasan korupsi. (Kompas.id)

Untuk memahami mengapa korupsi masih kerap terjadi di Indonesia maka kita dapat menggunakan konsep Fraud Triangle.

Menurut konsep tersebut, maka korupsi dapat terjadi karena adanya tekanan (Pressure), pembenaran diri (justification), dan kesempatan (Opportunities). Korupsi dapat terjadi karena adanya tekanan dari dalam maupun dari luar.

Tekanan dari dalam berupa gaya hidup yang hedon dan masalah keuangan, sedangkan tekanan dari luar berupa keterpaksanan seseorang untuk melakukan korupsi karena apabila seseorang tidak melakukan korupsi maka dirinya tidak akan dapat selamat dari lingkungan tersebut.

Baca:  Maksimalisasi Peran Politik Perempuan

Hal berikutnya yang menyebabkan korupsi adalah pembenaran diri, seseorang dapat melakukan korupsi karena merasa apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang tidak salah.

Selain itu, pembenaran sikap terjadi karena dia merasa bahwa orang lain juga melakukan yang sama.

Pembenaran sikap ini terjadi dikarenakan seseorang memiliki pemahaman yang kurang mengenai korupsi.

Hal terakhir yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi adalah adanya kesempatan yang muncul karena pengawasan yang kurang pada suatu sistem.

Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang menyebabkan korupsi dapat dibagi menjadi dua dimensi. Dimensi yang pertama adalah diri seseorang sedangkan dimensi kedua adalah lingkungan atau sistem.

error: Content is protected !!