Misalnya, kata Sukri, Dinas PUPR dan Pokja ULP merubah-rubah persyaratan dalam dokumen lelang, yang pada lelang awal dicantumkan. Kemudian pada lelang selajutnya sudah tidak dicantumkan.
Ada juga syarat yang pada awal tidak ada kemudian pada lelang selanjutnya sudah dipersyaratkan.
Adapula syarat dokumen yang tidak ada formatnya, sehingga ketika peserta lelang membuatnya sendiri, pihak Pokja ULP secara sepihak dan tanpa klarifikasi langsung menggugurkannya.
“Banyak lagi yang dikeluhkan, dan saat dilakukan rapat bersama, baik Dinas PUPR dan ULP tidak bisa memberikan penjelasan. Sehingga ini tidak bisa dibiarkan karena merugikan pihak lain, setidak-tidaknya ini harusnya dievaluasi kembali,” kata Sukri.
Bantah Intervensi
Sukri menepis tuduhan Kadin Banggai yang menyebut adanya aktor yang mendalagi terjadinya RDP oleh Komisi 2 DPRD Banggai. Sekaligus tuduhan adanya upaya mengintevernsi proses lelang.
“Kami menyuarakan keluhan masyarakat jasa konstruksi, kok dinilai mengintervensi. Sebagai wadah berhimpun berbagai asosiasi, harusnya Kadin ikut prihatin dengan kondisi yang dialami masyarakat jasa kontruksi ini, bukan malah menyudutkan mereka,” kata Sukri lagi.
Sukri juga mengingatkan Kadin maupun Askonas hendaknya tidak menjadikan rendahnya serapan anggaran oleh OPD Kabupaten Banggai saat ini, sebagai alasan untuk membenarkan dan membiarkan praktik kecurangan terus terjadi pada masyarakat.
Karena hal itu justru akan memperburuk citra pemerintahan dihadapan masyarakat secara luas. “Kalau serapan anggaran rendah itu memang karena kesalahan OPD. Kenapa lelang baru dilakukan pada bulan Juli?
Setiap rapat dengan OPD kami selalu mengingatkan agar lelang dilakukan pada Januari atau awal tahun. Tetapi tidak diindahkan. Janganlah karena terburu-buru, lantas boleh dan membenarkan kecurangan,” pungkasnya. *
Discussion about this post