Menurutnya mempertegas dan memperberat sanksi pidana termasuk pemberatan sanksi untuk korporasi, serta sanksi pidana tambahan antara lain pembayaran ganti rugi, biaya pemulihan ekosistem serta biaya rehabilitasi, translokasi, dan pelepasliaran satwa.
Atas ketegasan dan langkah law enforcement yang kuat dalam menjaga konservasi habitat dan spesies ini sangat kita hargai bersama.
Sebagaimana UU 32/2024 dalam hal tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dilakukan oleh, untuk, dan/atau atas nama suatu Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) dan ayat (41, Pasal 40A ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), dan Pasal 40B ayat (3] dan ayat (4), pertanggungiawaban atas tindak pidananya dikenakan terhadap Korporasi, pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat Korporasi.
Respon BPN Sulteng
Dalam aksi tersebut masa aksi juga disambut pihak BPN Sulteng, dengan menanggapi pertanyaan dan tuntutan masa aksi.
Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Sulteng Dwipa Suyanta mengatakan, proses pembaruan izin HGU PT KLS memang betul sementara diproses sejak masa berakhirnya pada 2021 lalu.
Adapun usulan dan peninjauan kembali kami akan pertimbangkan sesuai dengan kondisi dil apangan.
“Tentu kami tidak tunduk pada siapapun, apalagi perusahaan. Tapi kami tunduk pada regulasi yang ada,” ujarnya.
Konsorsium Pembaruan Agraria Sulteng, melalui Kordinatornya, Doni Moidady mengatakan, polemik PT. KLS yang dianggap telah habis izin pinjam pakainya (HGU) ke negara pada tahun 2021 ada baiknya tidak direspon reaktif oleh pihak perusahaan.
“Jika proses pembaharuan izin sedang berlangsung dan jika ada klaim hak atas tanah dari petani-penggarap di dalam HGU PT KLS. Kita tahu ada panitia B yang diatur dalam Permen ATR/BPN No. 18 Tahun 2021 untuk memverifikasi dan meneliti hal tersebut,” tegasnya.
Ia menambahkan, sudah ada juga rapat dengar pendapat DPRD Banggai Agustus 2022 yang merekomendasikan Pemda Banggai untuk membentuk tim khusus meneliti HGU PT KLS.
Hal itu perlu dipertanyaakan juga, bagaimana proses tim khusus ini, apakah sudah dibentuk atau jalan ditempat.
Ini pintu masuk agar tim khusus yang dibentuk Bupati Banggai dapat melibatkan para pihak yang berwenang menyelesaikan masalah tersebut.
“Dalam konteks ini, Pemda Banggai seharusnya membela hak konstitusional petani yang selama ini terabaikan,” tambah dia.
Tolak Pembaharuan
Hal senada juga dikuatkan Ketua Adat Taa Desa Singkoyo Nasrun Mbau. Kata dia, HGU PT KLS sudah habis dan sudah masuk tanggal 31 Desember 2024. Itu artinya sudah masuk tahun ke 3 dan belum ada SK pembaruan HGU
“Kami masyarakat Singkoyo tidak menginginkan adanya pembaruan lagi. Jadi harusnya itu ditarik oleh Pemda dan distribusikan kembali ke masyarakat,” kata Doni.
“Banyak pelanggaran yang telah dilakukan PT KLS. Sehingga kami masyarakat di Desa Singkoyo dan Desa Toili dengan tegas meminta pemerintah untuk tidak memberikan pembaruan HGU PT KLS,” tegas dia. *
**) Ikuti Luwuk Times di Google News
Discussion about this post