Para gubernur atau bupati /walikota yang ingin memberi sanksi kepada seorang ASN, maka ditempatkan pada jabatan staf ahli agar tidak kelihatan marah atau jengkel, tetapi PNS yang bersangkutan mengetahui itu secara emosional.
Kualitas Demokrasi
Guru besar Ilmu Pemerintahan IPDN Jatinangor Bandung, Prof. Dr. Muhadam Labolo, M.Si saat menyampaikan orasi Ilmiah, pada pengukuhan nya sebagai guru besar mengungkapkan beberapa fakta yang menarik terhadap demokrasi di negeri ini.
Menurut Labolo (2023) tidak berbanding lurus antara sumber daya yang dikeluarkan oleh negara dan rakyat, dengan kualitas kepemimpinan yang dihasilkan.
Fenomena dan gejala ini memberikan isarat bahwa demokrasi dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat tidak serta merta akan menghasilkan kualitas kepemimpinan terbaik yang diharapkan rakyat.
Justru menurut Putra kelahiran Pagimana Banggai ini, hasil yang didapatkan oleh rakyat sangat mengecewakan.
Banyak Kepala Daerah yang setelah terpilih dan dilantik tidak berbuat apa-apa untuk rakyat, dan hanya memperlihatkan dan mempertontonkan kehebatannya menjadi Gubernur, Bupati dan Walikota, tetapi setelah itu, kehidupan pemerintahan, kemiskinan, kesenjangan sosial serta carut marutnya birokrasi dibiarkan hancur lebur.
Dan hal yang menarik, para kepala daerah ini lebih mengedepankan pendekatan kekuasaan, dari pada pendekatan kemanusiaan.
Kasus pembakaran kantor Bupati di Gorontalo beberapa saat yang lalu merupakan fenomena pendekatan kekuasaan dari pada pendekatan kemanusiaan.
Seharusnya dalam sistem demokrasi itu, para pemimpin menggunakan pendekatan kemanusiaan bila berhadapan dengan permasalahan publik.
Prof Dr Muhadam Labolo (2023) memberikan warning yang sangat kritis, skeptis dan berani agar sistem demokrasi secara langsung ini di daur ulang dengan menjalankan sila ke 4 (empat) Pancasila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Bangsa dan negara ini akan lebih berhemat pikiran, tenaga, dan uang serta sumber daya yang lain bila Pemilihan gubernur, Bupati dan Walikota di pilih DPRD.
Konsekwensi ini memang tidaklah murah, sebagaimana dikemukakan Guru besar Ilmu Pemerintahan Prof Dr Talizi Nduhu Ndraha (alm) bahwa secara ekonomi kualitas pelayanan birokrasi itu sangat mahal, tetapi secara politik tidak semahal demokrasi.
Pandangan ini pun bertolak belakang dengan kondisi birokrasi saat ini, dimana secara ekonomi birokrasi telah mengeluarkan sumber daya yang besar, tetapi kualitas pelayanan publik masih di risaukan, masih di keluhkan, dan menimbulkan permasalahan baru sebagaimana di ungkapkan Presiden Jokowi.
Biaya Pemilu dan Biaya Pilkada yang sangat besar, tidak dapat menghasilkan seorang Gubernur yang dapat menurunkan kemiskinan dan kesenjangan sosial, bahkan biaya yang sangat besar dalam Pilkada gubernur hanya menghasilkan korupsi dan pengangguran.
Demikian pula, biaya Pilkada Bupati / walikota yang sangat besar dari hasil uang rakyat itu hanya menghasilkan konflik antar warga, kemiskinan kultural dan struktural yang terus terjadi, OTT aparat penegak hukum, disiplin ASN-PNS yang merosot drastis serta berbagai permasalahan pemerintahan lainnya.
Demikian pula biaya yang dikeluarkan negara dalam Pemilihan anggota legislatif tidak dapat menghasilkan anggota DPR dan DPRD yang peduli terhadap kebutuhan rakyat.
Justru sebaliknya, para legislator terus bernyanyi-nyanyi diatas penderitaan, kemiskinan dan kelaparan rakyat.
Ucapan dan janji mereka begitu indah dan menakjubkan, kemana-mana membawa ayat kursi dan membacanya, tetapi setelah mendapatkan kursi, ayat-ayat nya mereka lupa.
Kualitas demokrasi tidak menghasilkan kepemimpinan yang baik. *
Discussion about this post