Setelah lama berdiskusi lewat surat, Maryam memutuskan untuk berkunjung ke sebuah negara yang mayoritas beragama Islam. Tapi betapa terkejutnya ketika ia melihat tipikal masyarakat muslim di hadapannya yang berbeda dengan nilai-nilai yang disampaikan oleh Abul A’La Al-Maududi dan Sayyid Qutb dalam surat-surat mereka. Ia kemudian memberikan pernyataan yang sangat viral, “Alhamdulillah, yang telah mengajarkan saya Islam terlebih dahulu, sebelum saya mengetahui kondisi masyarakat muslim yang sebenarnya.”
Kalau tahu kondisi masyarakat muslim duluan, mungkin hidayah tidak akan singgah ke hatinya. Maryam akhirnya lebih fokus kepada ajaran Islam dan mengabaikan lingkungan Islam di sekitarnya. Ia kemudian menetap di Lahore dan menjadi seorang penulis. Ia tetap istiqamah sebagai seorang muslimah sampai akhir hayat.
Indikasi ketiga adalah ridha terhadap bagian yang diberikan Allah Swt.. Tidak pernah rakus mengejar kenikmatan dunia. Tapi rakus mengejar kekekalan di akhirat. Ramadan adalah latihan untuk menahan nafsu, mengencangkan ikat pinggang, mencari ridha Allah Swt. melalui lapar dan dahaga. Puasa mengajarkan untuk mengurangi dan mengendalikan sifat rakus, serakah, thama’ pada dunia. Puasa adalah sarana latihan untuk meminimalisir konsumsi yang berlebihan, sekalipun dibolehkan oleh syariat.
Inilah yang disebut dengan qanâ’ah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abdullah bin Amru bin Ash ra., Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Alangkah bahagianya seseorang yang telah berislam, kemudian Allah mencukupinya dengan rezeki, kemudian ia menerima apa yang telah menjadi bagiannya.”
Ketika ada qanâ’ah, maka pola hidup konsumtif dapat diminimalisir. Sehingga tidak mendorong seseorang untuk melakukan penipuan, pemalsuan, hanya karena kebutuhan hidup yang terkadang melebihi gaji pokok. Dalam prinsip Islam, tidak ada istilah rumput tetangga lebih hijau dari pada rumput di rumah sendiri. Tapi dalam Islam, walaupun rumput tetangga berhektar-hektar, rumput rumah sendiri yang halal sekalipun hanya sedepa masih lebih indah. Inilah taqwa,yang menjadi tujuan Ramadan itu.
Seseorang yang qanâ’ah akan selalu merasa cukup dengan apa yang telah ia dapatkan. Inilah sebenarnya hakekat kekayaan itu. Kekayaan itu adalah suasana hati, bukan kondisi fisik. Ada yang mungkin sudah sangat kaya dengan materi. Bahkan berlebih. Namun hati yang selalu lapar, membuat materi yang berlebih tetap dianggap kurang. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah ra., Rasulullah Saw. bersabda, “Ridhalah terhadap apa yang telah Allah berikan kepadamu. Dengan itu kamu akan menjadi seorang manusia yang paling kaya.”
Indikasi terakhir adalah kekuatan dzikir maut. Seorang manusia Ramadan akan selalu merasakan bahwa Allah Swt. dapat mengambil rohnya, di manapun dan kapanpun ia berada. Kondisi ini membuat dirinya senantiasa harus berbuat baik. Karena ingin Allah Swt. memanggilnya dalam keadaan Iman, Islam, dan Ihsan.
Satu ketika ada beberapa orang yang sedang berkumpul di satu tempat. Rasul Saw. kemudian bertanya, “kenapa mereka berkumpul? Mereka menjawab, “Karena ada kuburan yang sedang digali. Terkejutlah Rasulullah Saw. mendengar hal tersebut. Beliau lalu bersegera ke tempat itu. Kemudian beliau berdiri di depan kuburan. Air matanya bercucuran sampai membasahi janggutnya. Beliau kemudian berpesan, “Wahai saudaraku, seperti hari inilah maka kalian harus mempersiapkan diri. Seperti kematian inilah, kalian harus mempersiapkan diri” (HR. Ibnu Majah).
Manusia taqwa adalah manusia yang selalu siaga terhadap kematian. Sehingga semua siklus hidupnya bergerak dan beraktivitas sesuai dengan kesiagaan tersebut. Inilah realita kondisi para sahabat yang menemani Rasulullah Saw. Sahabat Abu Darda ra. pernah berkata: “Ada tiga hal yang membuatku tertawa, dan tiga hal yang membuatku menangis. Tiga hal yang membuatku tertawa adalah seseorang yang terus mengharapkan dunia, sementara mati senantiasa membayanginya. Seorang yang lalai, sementara ia tidak pernah dilupakan oleh Allah Swt.. Seorang yang masih bisa tertawa terbahak-bahak sampai memenuhi mulutnya, sementara ia tidak pernah mengetahui, apakah amalnya telah diridhai Allah Swt? atau justru Allah malah membencinya. Sementara tiga hal yang sering membuatku menangis adalah berpisah dengan Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya, berdiri di hadapan pengadilan Allah Swt., sebuah hari ketika semua yang kita rahasiakan ditampakkan oleh Allah Swt dan satu keputusan yang masih belum jelas sampai saat ini apakah kita akan dimasukkan ke dalam surga atau dijebloskan kedalam neraka”
Empat indikasi ketaqwaan inilah target dari puasa di bulan Ramadan. Bila rasa takut kepada Allah telah muncul di alam bawah sadar, bila aturan Allah Swt. yang tertuang dalam Alquran dan Sunnah mampu teraplikasikan dengan baik, bila hati selalu ridha, lapang dan nyaman terhadap semua bagian dunia yang telah Allah berikan, dan selama 24 jam yang selalu teringat adalah kehidupan setelah dunia dan membuat kita mempersiapkannya dengan baik, maka berbahagialah kita telah menjadi manusia taqwa itu.
Puasa kita berarti telah berbuah. Salat Tarawih kita telah mencapai tujuan. Bila tidak, maka jangan-jangan Ramadan, hanya kembali menjadi ritual yang harus kita jalani setiap tahunnya, tanpa ada taqwa yang membekas dalam jiwa dan teraplikasikan di kehidupan nyata. *
(Penulis adalah Wakil Bupati Banggai)
Discussion about this post