“Dari mana kamu? Naik, naik ke mobil patroli. Tidak perlu penjelasan di sini. Naik ikut ke mobil patroli ikut ke kantor”, kata salah satu personel yang bernama belakangan kami ketahui bernama Aipda Cinen.
Mana mobil kamu, ada surat-surat tidak? Hardik petugas Polsek Paleleh kepada kami. Kami pun menjelaskan sembari menunjukkan identitas masing-masing.
Bukanya memahami dengan tugas dan fungsi wartawan, justru Aipda Cinen makin arogansinya, menghardik dan membentak-bentak Johanes Clemens Wartawan media Voxnusantara, anggota PWI Sulteng.
Sebagai wartawan yang tengah menjalankan tugas profesi, kami dipaksa oleh Kapolsek dan anggotanya untuk naik ke mobil patroli.
Kami berkeras untuk naik mobil sendiri menuju kantor Polsek yang jaraknya dari TKP sekitar setengah km.
Sikap arogan dan angkuh masih dilakukan ketika kami sampai di kantor Polsek. Johanes masih dibentak-bentak saat memarkir kendaraan di depan kantor.
Perlakuan Aipda Cinen sangat kontras dengan salah satu anggota Polsek Paleleh yang menawarkan mobil di parkir dalam halaman kantor yang lebih luas dan dingin, pinta sang petugas itu.
Perlakuan Kapolsek dan Chinen jadi berubah manakala Johanes menghubungi Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulteng, Kompol Sugeng Lestari. Hardikan dan tindakan kasar, seketika berubah lembut.
Dengan dalih harus meminta keterangan karena adanya laporan masyarakat.
“Sebelum ini ada orang yang datang dan mengaku-ngaku sebagai wartawan dan meminta sumbangan”, ujar anggota Polsek Paleleh.
Sembari mempersilakan wartawan untuk pulang.
Tak Punya Izin
Usai dari kantor Polsek, kami kembali menemui Dg Herman, guna menyambung tanya jawab yang terputus.
Herman terbuka mengakui usaha pengolahan emas miliknya tidak memiliki izin.
“Selembar kertas pun kami tidak punya izin” ungkap Dg Herman.
Disinggung soal Sianida? Dg Herman mengaku mendapatkan Sianida dari oknum Polisi. Kalau pun kami membeli di pasar bebas, kami tetap diminta fee.
Masih menurut Dg Herman, pengolahan emas dengan sistem tong yang Ia lakukan, materialnya bukan miliknya. Kehadirannya hanya sebagai penjual jasa alat.
“Jasa alatnya sekali kerja dibayar Rp2,5-3,5 juta,” katanya.
Apa yang diutarakan Herman, soal Sianida diamini MB salah seorang pengolah yang mengaku telah mengantongi izin.
“Kalau soal sianida jujur kami mendapatkan dari oknum polisi. Dan hampir semua warga di sini tahu kalau penyalur sianida adalah oknum polisi”, jelas MB.
Beberapa tokoh masyarakat di Paleleh berharap Polda Sulteng dapat turun ke lapangan untuk menertibkan maraknya peredaran sianida di tambang ilegal Paleleh dan Paleleh Barat. *
Reporter Setiyo Utomo
**) Ikuti berita-berita terbaru Luwuk Times di Google News. Klik link dan jangan lupa follow
Discussion about this post