Oleh: Dr. Syarif Makmur, M.Si
SUATU waktu, cepat atau lambat ada orang Bali, orang Bugis Makassar, orang Buton bahkan orang Jawa yang akan jadi Bupati di Kabupaten Banggai, Bupati di Banggai Kepulauan (Bangkep) dan Bupati di Banggai Laut (Balut).
Fenomena dan gejala politik pemerintahan ini sedang mengarah kesana bila anak-anak daerah tidak mempersiapkan mental, skill dan pengetahuan yang terbaik.
Moh. Ihwan Datu Adam (alm) putera asli Luwuk Banggai sebagai contoh, bisa jadi Bupati di Kabupaten Penajam Paser Utara dan menjadi anggota DPR-RI dari Dapil Kalimantan Timur.
Dan masih banyak contoh-contoh di daerah lain bahwa Otonomi Daerah tidak identik dengan putera daerah.
Kedepan nantinya, ikatan pertemanan, ikatan persaudaraan bahkan ikatan kekeluargaan akan dikalahkan oleh ikatan kepentingan yang menjanjikan kesejahteraan.
Model baru kepemimpinan Indonesia kedepan akan diwarnai oleh kepemimpinan lokal (Gubernur, Bupati/Walikota) hingga Kepala Desa yang tidak harus di pimpin oleh putera-putera daerah. Gejala dan fenomena ini sudah hampir terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
Di Kota Sorong Papua, Walikota atau Wakil Walikota nya orang Bugis Makassar. Walikota Makassar saat ini adalah Putera Gorontalo. Dan masih banyak lagi contoh-contoh serupa.
Model kepemimpinan ini sangat Pancasilais dan sangat efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pola dan pemikiran yang mengharuskan putera daerah adalah cara berpikir yang tidak NKRI dan sudah ketinggalan.
Bila ada orang Bali, Papua, NTT, Bugis dan Jawa yang memiliki kemampuan dan menjanjikan perubahan serta kesejahteraan masyarakat, dapat dipastikan mereka akan lebih disenangi rakyat dari pada putera daerah yang tidak memiliki kemampuan dan tidak memberi harapan kepada rakyat.
Discussion about this post