IKLAN

Kecamatan

Pemekaran di Banggai, Tiga Alasan Empat Desa di Pulau Poat tak Layak Bergabung di Kabetean

673
×

Pemekaran di Banggai, Tiga Alasan Empat Desa di Pulau Poat tak Layak Bergabung di Kabetean

Sebarkan artikel ini
Editor: Sofyan Labolo Sumber Berita
Abdul Salewo

Luwuk Times, Pagimana— Dukungan publik terhadap pemekaran kecamatan di wilayah timur Kecamatan Pagimana Kabupaten Banggai, bernama Kecamatan Kabetean semakin tidak terbendung.

Keinginan membentuk daerah otonom baru (DOB) kecamatan itu, belakangan makin kencang di media sosial, baik facebook (FB) maupun whatsapp grup (WAG).

Awalnya gagasan Kecamatan Kabetean tergabung beberapa desa di dalamnya. Meliputi Desa Siuna, Samajatem, Toipan, Poh, Tombang, Huhak, Bungawon, Bondat, Tintingan dan Desa Uwedaka.

Namun informasi terakhir, sejumlah desa yang tergabung dalam DOB itu berubah. Yakni Siuna, Samajatem, Toipan, Poh, Tombang, Huhak, Bungawon, Bondat dan Desa Tintingan.

Bahkan bertambah empat desa dari Kepulauan, yaitu Bajo Poat, Gomuo, Tampe dan Desa Balaigondi.

Kabar bergabungnya wilayah Pulau Poat ke Kecamatan Kabetean itu terungkap melalui dokumentasi pertemuan para kepala desa, yang tergabung dalam Tim Pemekaran Kecamatan Kebetean.

Baca:  Pasien Covid Capai 43 Orang, Salah Satunya Ibu Hamil

Pada pertemuan itu hadir para Kepala Desa dan Ketua BPD dari empat desa di wilayah Pulau Poat.

Hal ini tentu saja memantik reaksi dari masyarakat Pulau Poat.

Adalah Abdul Salewo, pemuda dari Kepulauan Poat yang kini aktif sebagai Pengurus Cabang GMNI Luwuk Banggai memberikan komentarnya.

Menurutnya, gagasan Kecamatan Kabetean pada dasarnya didukung. Namun jika mengikutsertakan empat desa di Pulau Poat, pihaknya sebagai masyarakat Desa Balaigondi menolak untuk bergabung.

Mahasiswa Fakultas Hukum tingkat akhir Unismuh Luwuk ini membeberkan beberapa alasan sehingga masyarakat Balaigondi untuk tidak bergabung.

Pertama, dilihat secara geografis Pulau Poat lebih memungkinkan untuk tetap bergabung di Kecamatan Pagimana atau wilayah induk.

Baca:  Lewat Gerak Jalan, Lembaga Adhok di Bunta Kampanye Tolak Politik Uang dan Golput

Kedua, aktifitas pelayanan sosial, pemerintahan, kesehatan, dan lain-lain juga lebih memungkinkan tetap di wilayah induk Kecamatan Pagimana.

Ketiga, jika bergabung ke Kecamatan Kabetean maka konsekuensinya, aktivitas atau perjalanan ke ibukota Kabetean akan menimbulkan Biaya tambahan (Double Cost).

“Artinya masyarakat akan mengeluarkan uang lebih banyak. Berbeda dengan jika tetap di wilayah induk Pagimana,” ucapnya.

Abdul juga menyampaikan bahwa ikut bergabungnya empat desa Pulau Poat itu adalah keputusan sepihak dari Kepala Desa dan BPD khusunya di Desa Balaigondi.

“Belum ada pertemuan ataupun musyawarah di tingkatan desa yang membahas ini, tiba-tiba mengatasnamakan masyarakat. Dan kami akan membuat mosi tidak percaya. Karena ada musyawarah mufakat yang dilangkahi pemerintah desa,” tegasnya. *

error: Content is protected !!