LUWUK— Penyelesaian kasus antara petani pemilik lahan maupun petani plasma Kecamatan Batui dan Batui Selatan Kabupaten Banggai dengan pihak PT. Sawindo Cemerlang masih terus menggantung.
Kondisi itu disebabkan kata aktivis Widiastuti masih minimnya keseriusan dari pihak pemerintah kabupaten dalam pencapaian penyelesaian akhir.
Dan yang paling serius lagi adalah belum adanya mekanisme penyelesaian konflik.
Olehnya itu kata Widi-sapaannya petani berharap kepada para wakil rakyat untuk ambil peran dalam mengawasi langkah-langkah pemerintah dalam penyelesaian masalah.
Termasuk memfasilitasi pertemuan kesekian kalinya antara pihak perusahaan, pemerintah dan delegasi petani diruang rapat DPRD Banggai.
Namun sebelum menuju tahapan tersebut, sambung Widi dalam rilisnya kepada Luwuk Times, Rabu (30/03/2022), kiranya DPRD Banggai dapat memberikan tinjauan sebagai langkah kongkrit tindak lanjut penyelesaian dengan tetap mengacu surat kesepakatan antara petani dan perusahaan yang sebelumnya telah dimediasi oleh pemerintah provinsi.
Pada kesempatan itu, Widi menyampaikan kondisi terkini yang dialami petani plasma ataupun calon plasma.
Pertama, perusahaan masih sering menggunakan alat penegak hukum dengan laporan palsu yakni pencurian. Padahal sebelumnya Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah pada salah satu kasus petani di Batui menyarankan upaya restorative justice.
Kedua, sekalipun telah memiliki kesepakatan bersama yang dimediasi Pemprov Sulteng di Palu, pihak perusahaan terus mengabaikan hasil kesepakatan dengan segala ketentuan didalamnya.
“Ini terbukti dari upaya pemaksaan potongan maupun nilai beli komoditi yang dilakukan secara sepihak sembari terus memberi tekanan kepada petani,” ucapnya.
Ketiga, perusahaan seolah bertindak sebagai pemerintah dalam menentukan kepemilikan lahan dengan dalih tumpang tindih ataupun sebagai lahan inti HGU. Yang sebenarnya secara keperdataan bukti hak milik telah menjamin kepemilikan hak milik petani.
“Disini pihak oknum perusahaan mencoba memainkan hak kepemilikan lahan warga tanpa melibatkan pemerintah desa, ataupun para saksi batas,” kata Widi.
Keempat, sejumlah areal yang seyogyanya sebagai lahan transmigrasi yang bersertifikat telah dicaplok perusahaan tanpa seizin pemiliknya yang kemudian dijadikan lahan inti perkebunan sawit.
Maka dengan sangat berharap, kiranya lembaga perwakilan rakyat dapat ikut mendorong Badan Pertanahan Nasional untuk kembali menertibkan areal tersebut sesuai kordinat bersama para pemilik.
Dari empat poin persoalan yang sedang berlangsung hingga sekarang, maka dengan ini pihaknya mendesak lembaga perwakilan rakyat agar menyarankan pemerintah daerah supaya segera membuat Pokja Penyelesaian Konflik.
Dalam pokja itu melibatkan sejumlah unsur seperti tokoh masayarakat, pemerintah, Wakil Rakyat juga delegasi petani dalam upaya penyelesaian masalah. *
(rilis)
Discussion about this post