Oleh: Karunia Apriliany, S.Ak
KEMENPPPA prihatin atas terjadinya kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, terlebih diduga akibat hubungan di luar pernikahan. KemenPPPA berkomitmen terus memantau kasus ini agar hak korban sebagai anak tetap terpenuhi ke depannya.
“Kasus ini memberikan gambaran nyata masih adanya pengasuhan tidak layak anak di Indonesia,” kata Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Rini Handayani, di Jakarta, Sabtu (8/4). (republika.co.id)
Menurut Rini Handayani, perlu sinergi dari semua pihak untuk melakukan edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi para calon orang tua.
“Perlu gerakan masif bersama agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, masyarakat, hingga keluarga harus bersinergi memberikan edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi calon orang tua,” katanya. (republika.co.id)
Berkaca dari kasus ini, Rini menegaskan pentingnya upaya pencegahan tindakan pengasuhan tidak layak anak secara lebih intensif. “Strategi pencegahan harus terus kita lakukan sebagai salah satu upaya mewujudkan Indonesia Layak Anak Tahun 2030.
Di antaranya penyelenggaraan program kesehatan reproduksi maupun program pencegahan perkawinan anak melalui satuan pendidikan, kelurahan, RT/RW; penguatan Forum Anak oleh dinas pengampu urusan perempuan dan anak bersama Organisasi Perangkat Daerah terkait, mitra jejaring lembaga perlindungan anak, dan Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK); serta terus memantau perkembangan anak bayi yang mengalami penelantaran,” pungkas Rini. (kemenpppa.go.id)
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ada 4,59% bayi di Indonesia yang telantar pada 2022. Fakta tersebut perlu menjadi perhatian serius mengingat usia balita merupakan periode emas yang sangat menentukan perkembangannya di masa depan. Sekitar 5,02% balita telantar ada di rumah tangga dengan pengeluaran 20% teratas.
Kemudian, 4,62% bali telantar berasal dari rumah tangga pengeluaran 40% terbawah. Sebanyak 4,37% bayi telantar berasal dari rumah tangga pengeluaran 40% menengah. Data ini sekaligus menunjukkan bahwa ketelantaran balita tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi semata.
Seperti tidak pernah ada habisnya, permasalah dinegeri ini kian banyak dan runyam. Salah satunya yaitu permasalahan tentang perzinaan yang berujung pada penelantaran bayi.
Kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, menunjukkan masih adanya pengasuhan tidak layak anak, terlebih diduga akibat hubungan di luar pernikahan. Penelantaran anak dimungkinkan juga banyak terjadi mengingat banyak kasus dispensasi menikah yang disebabkan karena hamil di luar nikah.
Discussion about this post