Oleh: Martoni Ronte
Keberadaan tengkulak selama ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan para petani padi sawah di desa Labotan kecamatan Lamala kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Keterbatasan dan kekurangan modal menyebabkan ketergantungan untuk berhutang pada tengkulak.
Mereka tak bisa berbuat banyak karena perjanjiannya tertulis dan mengikat sampai masa panen tiba. Kehadiran Pemerintah melalui dana bantuan program READSI (rural empowerment and agricultural development scalling up initiative) di desa menjadi sebuah angin segar, harapan para petani padi sawah untuk dapat melepas diri dari jeratan ketergantungan selama ini.
Anggur Saka (42 tahun) mengungkapkan bahwa selama ini dalam memenuhi kebutuhan akan pupuk, peptisida dan herbisida dia selalu bergantung pada jasa tengkulak kenalannya di luar desa. Nilainya bisa lebih dari lima jutaan. Hutang anggota poktan Swadaya ini akan bertambah jika kesiapan modal yang dimilikinya tidak mencukupi untuk membayar sewa alat dan upah kerja saat musim tanam.
Ketika panen, dari 2 hektar lahan dapat menghasilkan ±200 karung gabah. Akan tetapi kesemuanya harus dibawa ke tengkulak sesuai perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Setelah digiling, padi yang dihasilkan akan dipotong sesuai catatan pinjaman.
Persoalan tidak sampai disini saja, ancaman akan gagal panen seperti yang terjadi tahun 2018 silam selalu membayangi. Serangan hama tikus saat itu begitu luar biasa, tak ada padi yang tersisa, hutangpun berlipat ganda. “Walaupun ini terasa berat, tetapi tengkulak menjadi solusi bagi kami untuk bisa bertahan”, kata pria beranak dua ini.
Jasa tengkulak yang sama juga sering dimanfaatkan oleh Sahertines Ndae (59 tahun) anggota poktan Rungun. Hanya saja, dengan memiliki hand tractor sendiri sedikit mengurangi beban hutang yang harus dia pikul.
Pria yang telah memiliki dua orang cucu ini, selain bertani kesehariannya adalah seorang pendeta di desa. Menurutnya keberadaan tengkulak cukup membantu ketika kondisi terdesak seperti yang dia alami bulan agustus 2020 kemarin.
Dua hektar lebih lahan garapannya diserang hama tikus. “Panen kemarin saya rugi, hanya sekitar lima puluh karung gabah yang dapat di panen” ujarnya.
Semua persoalan yang dihadapi tersebut, baik Anggur Sakka maupun Sahertines Ndae menaruh harapan yang sama terhadap hadirnya READSI di desa Labotan.
Menurut mereka, Program Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan dan Pengembangan Pertanian akan dapat membantu meringankan beban yang selama ini dirasakan para petani padi sawah.
“Implementasi pelaksanaan program nantinya akan memutus jeratan ketergantungan kami pada tengkulak, nilai pendapatan tentunya akan bertambah seiring dengan meningkatnya hasil panen kami.” ujar mereka penuh harap. *
Penulis adalah Fasilitator Desa Labotan
Kecamatan Lamala, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah
Discussion about this post