PALU — Masyarakat hukum adat adalah entitas penting dalam menjaga kearifan lokal, nilai-nilai luhur dan kelestarian alam yang ada di Sulteng.
Karena itu, urgensi Rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (Ranperda PP-MHA) yang dibahas lewat lokakarya terbatas, disambut baik Asisten Pemerintahan dan Kesra Fahrudin.
Asisten yang mewakili Pjs Gubernur Sulteng berkesempatan membuka lokakarya terbatas yang diselenggarakan Koalisi Advokasi untuk Rekognisi Hak Masyarakat Hukum Adat (KARAMHA) di Hotel Palu Golden, Selasa (29/10).
Ia menuturkan, Ranperda yang akan disahkan menjadi peraturan daerah ini merupakan komitmen dan wujud kehadiran negara untuk melindungi hak-hak masyarakat hukum adat di Sulteng.
Terlebih lagi, masyarakat hukum adat adalah salah satu dari 4 sasaran kelompok yang diprioritaskan pemenuhan HAM-nya sesuai Perpres Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM).
“Kita ingin memastikan hak-hak dan identitas mereka sebagai masyarakat adat diakui dan dilindungi oleh negara khususnya oleh pemerintah daerah sulawesi tengah,” ungkapnya sewaktu membaca sambutan tertulis Pjs Gubernur Novalina.
Asisten optimis dengan kolaborasi dari 3 unsur yakni legislatif, eksekutif dan LSM akan memberi dampak penguatan terhadap ranperda demi terwujudnya keadilan sosial bagi masyarakat adat Sulteng.
“Dengan kehadiran dua wakil rakyat ini, merupakan dukungan politik yang saya yakini akan memuluskan lahirnya perda ini,” pungkasnya.
Sementara Waket I Aristan mengungkapkan bahwa ranperda telah masuk sebagai salah satu usulan Program Pembentukan Peraturan Daerah Tahun 2025.
“Ranperda Ini adalah penghormatan kita kepada masyarakat hukum adat dan komitmen kami untuk mengawal sampai menjadi perda,” ucapnya. *
Ro Adpim Setdaprov Sulteng
Discussion about this post