Oleh: Muh Adamsyah Usman.,SH.,MH.,C.Me.
SALAH satu fungsi utama lembaga pengawas pemilu adalah menyelesaikan sengketa proses pemilu sebagaimana mandat UU Pemilu (7/2017), UU Pemilu mengatur desain penegakan hukum pemilu yang terdapat dalam buku keempat dan buku kelima UU pemilu, tiga jenis penegakan hukum pemilu, Yakni Pelanggaran pemilu, sengketa proses pemilu, dan sengketa hasil pemilu.
Penegakan hukum, melalui upaya penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan mahkota lembaga pengawas pemilu. Parpol diberikan jaminan kepastian dan keadilan untuk mengajukan gugatan permohonan sengketa proses kepada lembaga pengawas pemilu, dengan adanya ruang dan sarana tersebut maka dapat memberikan keadilan bagi peserta pemilu untuk menjaga hak konstitusional parpol dalam mengajukan calon legislatifnya (DPR, DPRD Prop/DPRD Kab/Kota) maupun Calon Perseorangan (DPD), hal itu berhubungan dengan hak warga yang ingin diberikan jaminan dan perlindungan untuk mengikuti pemilihan maupun jaminan kepastian bahwa semua warga negara mempunyai hak untuk memilih dan dipilih.
Menurut begawan kepemiluan Ramlan Surbakti bahwa untuk memenuhi prinsip pemilu demokratis, setidaknya ada 7 parameter yang menjadi prinsip, satu diantaranya mengenai peraturan perundang- undangan yang mengatur pemilu menjamin dua hal, adanya penjabaran tiga prinsip demokrasi, pertama; hak- hak politik yang berkaitan dengan pemilu; Kedua; pemilu berintegritas; Ketiga; Pemilu berkeadilan dan menjamin kepastian hukum. (Bagja, Hukum acara penyelesaian sengketa proses pemilu, 2020)
Disamping itu, Idrus Abdullah mengatakan bahwa penyelesaian sengketa merupakan salah satu aspek hukum penting yang diperlukan oleh manusia untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat (Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan, 2013).
Memperhatikan salah satu fungsi kewenangan lembaga pengawas dalam penyelesaian sengketa (disputes procesed) yang timbul akibat dari keluarnya Keputusan KPU dianggap tidak mengakomodasi kepentingan parpol peserta pemilu sebagai benteng penjaga demokrasi, tentunya lembaga pengawas harus memastikan betul proses penyelenggaraan pemilu harus berjalan sebagaimana mestinya, baik dari sisi integritas proses nya maupun dari integritas hasilnya dapat diterima oleh semua pihak.
Bahkan sekarang model penyelesaian sengketa diluar pengadilan banyak digunakan. Seperti model penyelesaian hukum pidana dengan menggunakan sarana model restoratif justice terlebih dahulu, atau biasa dikenal dengan istilah perdamaian, restoratif justice dalam resolusi konflik untuk menyelesaikan masalah dianggap sebagai sarana utama penyelesaian sengketa yang efektif.
Lembaga pengawas dalam menyelesaikan sengketa proses pemilu harus memberikan keadilan substantif dalam menyelesaikan permasalahan, sehingga tidak melekat sebgai stempel sebgai tukang pos, sebagai benteng penjaga demokrasi, tentunya harus memastikan bahwa seluruh proses tahapan penyelenggaraan pemilu sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
UU pemilu yang juga menganut model musyawarah mufakat dalam mediasi, sebelum sengketa berlanjut ke ajudikasi, model penyelesaian mediasi diharapkan dapat efektif menyelesaikan permasalahan antar para pihak (KPU dan Peserta pemilu).
Maka dengan begitu, dalam menghadapi sengketa proses yang saat ini KPU dan jajarannya telah menetapkan DCS, lembaga pengawas harus memberikan rasa keadilan dan kepastian dalam setiap putusan yang dikeluarkan bagi semua pihak. *
(Penulis adalah mantan Bawaslu Banggai)
Discussion about this post