LUWUK TIMES, Luwuk — Arus penolakan investasi pertambangan batu gamping di Pulau Peling Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) semakin deras.
Sejumlah elemen pemuda yang tergabung dalam Front Aksi Rakyat Sipil (FRAKSI) secara tegas menolak investasi itu.
Alasan FRAKSI, kehadiran investor di kawasan bentangan alam Karts itu, akan mengancam ekosistem, lantaran menurunya vegetasi dan hilangnya sumber mata air.
“Kami secara tegas menolak adanya IUP tambang Batu Gamping di kawasan Karst Banggai Kepulauan,” tegas Afandi Bungalo dalam orasi pada aksi demo, Kamis (07/09/2023).
Menurut FRAKSI, ekosistem dan ekowisata Kabupaten Banggai Kepulauan saat ini menjadi terancam, dengan masuknya perusahaan tambang batu gamping.
Berdasarakan data dan informasi saat ini ada 31 perusahaan yang mengepung wilayah Pulau Peling.
Bahkan sudah ada lima perusahaan yang telah mengkantongi Izin Wilayah Usaha Pertambangan (WIUP). Dan satu perusahaan telah mengantongi izin Operasi Produksi (OP). Sementara yang lain sedang mengusulkan kesesuaian penetaan ruang.
“Semua lokasi tambang itu berada di 23 desa 6 kecamatan. Sayangnya lokasi yang terdampak termasuk dalam titik-titk sumber mata air,” terang mahasiswa asal Bangkep ini.
Banggai Kepulauan adalah salah satu dari empat Kawasan Ekosistem Esensial Karst atau KEE yang ada di Indonesia. Itu ditetapkan tahun 2020.
Banggai Kepulauan juga adalah kabupaten pertama yang telah mengeluarkan peraturan daerah Perda Karst pada tahun 2019, menyusul Kabupaten Maros.
Alasan lain sehingga FRAKSI harus menolak investasi itu lanjut Afandi, penerbitan IUP Tambang Batu Gamping telah melanggar peraturan Undang-undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Sebagaimana telah diatur secara spesifik dalam Perda Bangkep nomor 16 tahun 2019 tentang Perlindungan dan pengelolaan ekosistem Karst Banggai Kepulauan.
Krisis Air
Saat ini Bangkep juga mengalami krisis air. Sehingga dengan adanya tambang batu gamping akan berdampak di beberapa lokasi mata air yang akan hilang di Banggai Kepulauan.
Termasuk bertentangan dengan Perda Bangkep nomor 5 Tahun 2014 tentang perlindungan mata air.
“Seperti yang terjadi di desa Boyomoute yang sempat terjadi kekeringan oleh perambahan hutan,” kata Afandi.
Disisi lain, dengan adanya aktivitas tambang berdampak pada sektor pertanian, perikanan, hutan dan keanekaragaman hayati Banggai Kepulauan, yang saat ini menjadi sorotan nasional dan internasional.
Misalnya pada sektor pertanian, Banggai Kepulauan mempunyai 43 jenis ubi banggai, dua jenis kacang tanah yang terdaftar di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Dan dua jenis kacang tersebut sekarang menjadi penyuplai salah satu perusahaan besar Indofood 2 kacang kelinci.
Masih dengan komentar Afandi, rilis Burung Indonesia menyebutkan, pada sektor Wisata Khusus, di Pulau Peling ini sejak ditemukan kembali gagak Peling (Corvus Unicolor) yang dinyatakan hilang 200 tahun dan ditemukan pada tahun 2007, banyak peneliti-peneliti internasional yang berbondong-bondong untuk datang meneliti burung gagak ini sampai sekarang di Desa Leme-Leme Darat.
Dan sekarang telah ada taman Kehati Karst (keanekaragaman hayati Kokolomboi), yaitu taman keanekaragaman hayati karst pertama di Indonesia.
Pada sektor ekowisata, misal danau Paisupok, Danau Tendetung, Danau Alani dan beberapa wisata lainya, yang kemudian bisa menjadi sumber pada peningkatan pendapataan ekonomi daerah dan masyarakat.
Pada sektor kelautan dan perikanan, Banggai Laut dan Banggai Kepulauan menjadi kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil di Sulawesi Tengah dan menjadi penyanggah perikanan IKN.
Pada sektor hutan, Banggai Kepulauan juga mempunyai hasil hutan HHBK dan Agroforestry yang luar biasa. Seperti madu dan rotan.
Rotan ini menjadi salah satu penghasilan masyarakat untuk dijadikan sebagai hasil kerajinan rotan yang di jual oleh masyarakat.
Banggai Kepulauan juga mempunyai enam jenis pohon spesies endemik Pulau Peling, yang termasuk kayu berkelas yang di temukan oleh Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
Pada closing statemen, Afandi yang juga Koordinator FRAKSI mendesak beberapa point.
Pertama, Pemprov segera mencabut Izin perusahaan tambang batu gamping di Bangkep.
Kedua Pemda Bangkep untuk melaksanakan Perda Bangkep nomor 16 tahun 2019 dan Perda nomor 5 tahun 2014.
Ketiga tambang bukan merupakan solusi PAD di Bangkep serta mengoptimalkan kinerja Pemda Bangkep. *
Discussion about this post