PALU— Keberhasilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng melakukan penyitaan uang tunai sebesar Rp.3.094.344.295 dari perkara dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Tadulako (Untad) tahun anggaran 2022.
Kasus korupsi pengadaan alat laboratorium Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Tadulako (Untad) Palu, tahun anggaran 2022 mulai memasuki babakan baru setelah adanya pengembalian dari rekanan CV SBA kepada kejaksaan tinggi Sulteng, senilai Rp.3.094.344.295.
Kasus korupsi alat laboratorium FK Untad, berawal ketika Dekan Fakultas Kedokteran mengajukan permohonan pengadaan 105 peralatan laboratorium pendidikan kepada Rektor Untad.
Proses tender dimulai lewat pengumuman pada 2 Juli 2022. Pagu anggaranya sebesar Rp.13.050.298.000.
Hasil pelelangan CV SBA dinyatakan sebagai pemenang dengan nilai penawaran Rp. 12.453.547.500.
Penyitaan uang tunai yang dilakukan Kasi Penuntutan yang diketuai Asma SH MH, dilakukan setelah menerima hasil perhitungan kerugian negara (PKN) dari auditor publik. Yang mana hasil audit membuktikan adanya kerugian negara dengan jumlah dimaksud.
Dalam pres conference dengan sejumlah wartawan di kantor Kejati Sulteng, Senin 14 Oktober 2024 Kepala kejaksaan tinggi Sulteng, Dr Bambang Heriyanto, mengatakan, kasus korupsi pengadaan alat laboratorium Fakultas Kedokteran Untad terjadi karena adanya Mark up harga.
Hal itu berdasarkan hasil Perhitungan Kerugian Negara yang dilakukan auditor publik.
Angkanya mencapai Rp.3.094.344.295. Saat ini sudah ada 2 tersangka yang ditetapkan Kejati Sulteng.
Masih menurut Kejati Sulteng, meski ada pengembalian hal itu tidak menghapus unsur pidana, hanya meringankan.
Diakhir keteranganya Kejati Sulteng, Dr Bambang Heriyanto, mengatakan, akan terus mendalami kasus ini dan memastikan semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab atas tindakannya.
Dugaan korupsi mulai muncul manakala, hingga September 2022 CV BSA belum mampu menyerahkan satu pun barang yang telah disepakati dalam kontrak.
Ironisnya lagi, setelah dilakukan pengecekan terhadap harga katalog.
Sejatinya total biaya untuk pengadaan cuma Rp.5.404.803.979 sementara yang dianggarkan mencapai Rp.12.453.547.500.
Dari hitungan auditor independen tersebut ditemukan dugaan Mark up sebesar Rp.7.048.743.521.
Artinya, dari hitungan di atas ditemukan selisih harga yang sangat tinggi mencapai 100 persen.
Demikian disampaikan Ketua Tim penyidik Asma SH, MH saat menjawab pertanyaan wartawan saat pers conference Senin (14/10/2024). *
Discussion about this post