Oleh: Karmila P. Lamadang
POLITIK patah pinsil adalah istilah yang merujuk pada praktik politik yang tidak etis. Dimana para politisi atau partai politik menggunakan cara-cara yang curang, manipulatif atau tidak jujur dalam mencapai tujuan mereka.
Istilah ini menggambarkan situasi dimana keputusan politik diambil tanpa memperhatikan prinsip moral dan etika, seringkali mengorbankan kepentingan publik demi keuntungan pribadi atau kelompok.
Sehingga berusaha mempengaruhi pemilih dengan melakukan sogokan yang bias akita kenal serangan fajar.
Politik seperti ini, tentunya merusak demokrasi. Masyarakat dibodohi dengan mengiming-imingi harga suara.
Ciri-ciri politik patah pinsil ini antara lain:
Pertama, manipulasi informasi, yakni dengan melakukan penyebaran berita bohong atau informasi yang menyesatkan untuk mempengaruhi opini publik.
Kedua, korupsi, yakni melakukan praktik suap, nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan atau kemenangan.
Ketiga, kampanye negatif, yaitu melakukan serangan pribadi terhadap lawan politik, termasuk fitna dan penghinaan.
Keempat, pengabaian terhadap kesejahteraan publik, yakni keputusan yang diambil tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat.
Kelima, mendukung secara ugal-ugalan atau fanatik, yakni mendukung pasangan calon dengan tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain, menganggap dukungannya adalah yang paling baik dan dukungan orang lain paling buruk, sehingga kadang menjadi sebab pertengkaran antara keluarga atau antar teman, tetangga hanya karena beda pilihan.
Dampak Politik Patah Pinsil
Pertama, distrust masyarakat, yakni masyarakat menjadi skeptis terhadap proses politik dan institusi yang dihasilkan dari proses politik (pemerintah).
Kedua, polarisasi sosial, yakni meningkatkan ketegangan antar kelompok-kelompok dalam masyarakat akibat perpecahan yang ditimbulkan oleh politik yang tidak etis.
Ketiga, krisis demokrasi, menurunnya partisipasi masyarakat dalam proses politik karena ketidakpercayaan terhadap pemimpin dan sistem.
Mengatasi Politik Patah Pinsil
Pertama, edukasi politik, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya etika dalam politik dan dampak negatif dari praktik politik yang tidak etis.
Kedua, transparansi dan akuntabilitas, yakni mendorong kebijakan yang memastikan transparansi dan kejujuran dalam proses politik.
Ketiga, partsipasi publik, masyarakat harus turut serta dalam mengawasi proses politik yang santun dan beretika sehingga menghasilkan pemimpin yang berkarakter.
Besok tanggal 27 November 2024 adalah hari yang bersejarah dilakukannya pemilihan kepala daerah serenta seluruh Indonesia, maka diharapkan setiap individu pemilih, memilih calon yang memiliki visi-misi dalam membangun dan mencerdaskan bangsa.
Lahirnya pemimpin yang berkarakter dan berakhlak mulia ditentukan dari bilik-bilik suara. Gambaran pemimpin yang terpilih adalah gambaran dari karakter pemilihnya.
Praktik sogok dan curang meskipun sudah menjadi rahasia umum bukan berarti cara tersebut dibenarkan.
Memilih pemimpin ibarat memilih pasangan hidup. Salah memilih maka kita akan merasakan kecewa setelahnya.
Untuk itu, pilihlah pemimpin yang berintegritas, pemimpin yang memiliki cita-cita luhur dalam membangun daerah.
Akhirnya saya ingin menyampaikan selamat memilih bagi para pemilih. Gunakan hak pilih karena hati Nurani bukan karena isi amplopnya.
Allhualam semoga bermanfaat. *
Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Luwuk
Discussion about this post