Reporter Sofyan Labolo
PALU— Berdasarkan analisis Kemendagri ada tiga pemicu sehingga terjadi tindak pidana korupsi. Pertama, sistem. Itu karena biaya politik yang tinggi dan rekruitmen ASN dengan imbalan.
Kedua, integritas penyelenggara Pemerintah. Korupsi juga bisa terjadi akibat moralitas dan mentalitas rendah serta kurangnya kesejahtraan penyelenggara negara.
Faktor ketiga, budaya atau cultural. Praktek tindak pidana korupsi seolah-olah sudah menjadi tradisi dan pertemuan fisik dalam pelayanan berpotensi menimbulkan kerawan korupsi.
Bahkan sudah menjadi tradisi bagi pejabat seorang ASN, mengklaim berhasil dalam menjalankan tugas, apabila yang bersangkutan bisa memberikan setoran kepada pimpinan.
Analisis Kemendagri ini terungkap saat rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian bersama Ketua KPK Firli Bahuri, Kepala LKPP Abdullah Aswar Anas tentang pencegahan tindak pidana korupsi secara virtual, Senin (24/01/2022).
Gubernur Sulteng yang diwakili Wakil Gubernur Ma’mun Amir juga ikut dalam rakor secara virtual itu bersama para Gubernur, Bupati, Walikota, Ketua DPRD Provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.
Bulan Januari 2022, terdapat tiga Kepala Daerah bermasalah hukum, dengan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kondisi ini sangat berdampak terhadap trust pemerintah. Penanganan hukum oleh KPK sangat berdampak terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sehingga tindak pidana korupsi harus ditekan seminimal mungkin untuk menuju clean dan clear goverment.
Discussion about this post