Oleh: Putri Yulinar Ibrahim, S.M
BELUM lama ini Luwuk Banggai di gemparkan penangkapan seorang guru yang melakukan tindak asusila.
Satreskrim Polres Banggai meringkus seorang oknum guru honorer salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kota Luwuk, Kabupaten Banggai, Selasa (11/7/2023) sore.
Pria berinisial MK alias M (37) warga Kelurahan Baru, Kecamatan Luwuk ini diringkus di rumahnya atas dugaan kasus pencabulan dan atau persetubuhan terhadap anak di bawah umur (Sodomi).
Kasus ini awalnya terjadi sekitar tahun 2017 lalu saat itu korban tengah duduk di bangku SD dan baru diketahui orang tua korban pada 21 Juni 2023 sekitar pukul 17.00 Wita. (banggainews.com)
Guru honorer berinisial KM (32) di Bengkulu Utara ditangkap karena mencabuli dan sodomi 19 siswanya. Ternyata, KM juga pernah menjadi korban sodomi saat masih duduk di bangku kelas 2 SD. (detik.com)
Polisi resmi menetapkan oknum guru ngaji di Garut sebagai pelaku sodomi terhadap 17 anak. Guru ngaji tersebut berinisial AS, warga desa Sirnasari, Kecamatan Samarang, Garut.
AS melakukan perbuatan sodomi kepada 17 anak di bawah umur. Aksi bejadnya itu dilakukan kepada seluruh murid laki-laki yang masih berusia 9 tahun. (bandung.viva.co.id)
Maraknya kasus tindakan asusila sodomi terjadi ternyata bukan hanya di luwuk banggai, tetapi di berbagai daerah di Indonesia. Mengapa banyak predator penyimpangan seksual yang berkeliaran dan terus berulang terjadi setiap tahunnya bahkan pelaku adalah seorang yang berprofesi mulia ?
Seorang guru jelas memiliki profesi mulia, yang semestinya menjadi pengayom dan teladan dalam berperilaku bahkan bisa jadi pelindung bagi seorang anak, malah berbuat asusila kepada anak didik. Tak hanya itu, tak pernah terbayangkan seorang guru ngajipun menjadi pelaku dari perbuatan tercela ini.
Apakah Pemerintah membiarkan begitu saja ? Nyatanya, telah begitu banyak upaya yang telah di lakukan Pemerintah dalam menangani kasus ini, namun berbagai regulasi tidak mampu menangkal hal ini. Kasus ini terus berulang setiap tahunnya yang berarti segala upaya tidak mencapai hingga pada akar permasalahannya.
Tindakan asusila pada anak makin gawat darurat, akibat dari tidak adanya perlindungan yang tepat pada anak. Dan, para pelaku penyimpangan seksual ini lahir akibat dari sistem yang memisahkan agama dari kehidupan.
Buah dari sistem sekularisme liberalisme ini telah mengikis pondasi keimanan dan penerepan hukum yang berasal Al-Khaliq. Menjadikan Islam saat ini hanya sebatas ibadah ritual semata, padahal Islam juga memiliki seperangkat aturan yang jelas berasal dari Sang Pencipta.
Dalam pandangan Islam, pelaku sodomi wajib dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumanya bisa maksimal yaitu sampai pada hukuman mati. Dengan adanya hukum ini mampu memberikan efek jera sehingga tidak lahir para pelaku penyimpangan seksual lainnya.
Islam juga memiliki sejumlah perlindungan dalam mengatasi kekerasan seksual di antaranya, yakni pertama pencegahan mengatur batas-batas pergaulan sesama dan lawan jenis, kedua penangan menerapkan sistem sanksi Islam yang memiliki 2 fungsi sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan, ketiga pendidikan dan pembinaan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam sehingga tertanamkam ketakwaan dalam setiap individu, dan yang keempat peran negara sebagai pihak yang bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi setiap rakyat.
Maka jelas, sistem Islam mampu mengatasi kasus tindak asusila seperti ini. Dengan menerapkan Islam sebagai sumber aturan yang mampu menuntaskan hingga ke akar permasalahannya. Wallahuallam bish shawab. *
Penulis adalah Aktivis Dakwah Komunitas Sahabat Hijrah
Discussion about this post