Luwuk Times, Banggai—Dugaan pemerasaan dan penghinaan terhadap pekerja lokal kembali terjadi. Kali ini terjadi di wilayah kerja Objek Vital Nasional PT. Donggi Senoro LNG yang berada di Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai.
Hal ini terungkap setelah korban YS pekerja asal Desa Manyula, Kecamatan Kintom membeberkan persoalan yang dialaminya kepada keluarga dan pemerintah desa.
YS merupakan warga sekitar tapak proyek ini diduga mendapatkan perlakuan kekerasan verbal oleh AH, oknum petinggi perusahaan tersebut. Akibatnya, sejumlah warga Desa Manyula melakukan Aksi unjuk rasa, Kamis 12 September 2024.
Kronologis Kejadian
Keluarga korban Dhanti Pawata menjelaskan, sekitar di bulan Juni YS diminta untuk membayar biaya training dan sertifikasi Information Technology Infrastructure Library (Itil) atau kerangka kerja penyediaan layanan TI yang diterima secara internasional, sebesar Rp 11 juta oleh AH selaku salah satu pimpinan DS LNG. Namun YS merasa tidak sanggup untuk membayar biaya tersebut.
Selanjutnya, YS diperintahkan untuk membuat surat pernyataan terkait ketidakikutsertaan dalam mengikuti training dan ujian ITIL.
Akan tetapi YS menolak untuk menandatangani surat pernyataan dikarenakan tidak sesuai dengan kontrak kerja dan aturan ketenagakerjaan.
Setelah proses penolakan penandatanganan terjadi, YS diduga selalu di intimidasi dalam lingkup pekerjaan.
Hal ini kerap dirasakan beberapa hari oleh YS, sampai pada akhirnya AH memanggil dan membentak korban sambil berkata, “bukan perusahaan orang tua kamu disini, kalau ini perusahaan orang tua kamu, nenek kamu, boleh sesuka kamu, tapi kamu masih cari makan disini, gajian disini, baru tidak nurut saya sama pak Yogi”.
“Pernyataan diatas yang menyebabkan kami kecewa sebagai keluarga korban atas prilaku pimpinan perusahaan yang telah mencederai harkat martabat masyarakat lokal, khususnya YS sebagai masyarakat setempat suku Saluan,” tutur Dhanti.
Kemudian pada tanggal 28 Agustus 2024 Pemerintah Desa Manyula melakukan mediasi kepada keluarga korban dengan pihak perusahaan.
Hanya saja dari pertemuan mediasi tersebut tidak mendapatkan hasil yang diinginkan oleh pihak korban.
Oleh sebab itu keputusan untuk pertemuan berikut diundur 1 minggu kedepan. Hal itu dikarenakan pihak perusahaan yang datang adalah yang tidak mempunyai wewenang terhadap persoalan ini.
Pada tanggal 4 September 2024, Pemerintah Kecamatan Kintom mengambil alih kasus ini untuk diselesaikan mediasi ditingkat Kecamatan.
Pihak yang hadir selain korban dan keluarga adalah dari unsur Forkopimcam, dari DS LNG, Manager HRD, Manager ICT, Manager CSR, perwakilan PT. Berca (Selaku perusahan YS) dan AH.
“Dalam proses mediasi pihak korban meminta untuk saudara AH dipecat. Namun dari pihak DS LNG belum bisa memberikan keputusan terkait pemecatan dan kembali meminta waktu paling lamban 1 minggu guna membahas persoalan ini dalam internal perusahaan,” ujar Dhanti.
Dhanti menambahkan, kasus dugaan pemerasan dan penghinaan yang terjadi dilingkungan kerja PT. DS LNG ini menjadi pengingat bahwa pemerasan dan penghinaan di perusahaan menjadi masalah serius yang harus ditangani secara tegas dan sistematis.
“Diharapkan pula dengan terungkapnya kasus ini, adanya perubahan secara signifikan dalam penanganan kasus serta upaya pencegahan yang lebih efektif di kemudian hari,” terangnya.
Pihak korban, menyampaikan agar kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan tuntutan.
Selain itu, korban juga berharap agar kejadian ini tidak terulang kembali, sehingga menjadi pelajaran bagi perusahaan lain untuk lebih peduli terhadap keamanan dan kenyamanan karyawannya. *
Reporter Mohammad Sugianto
Discussion about this post