“Untuk pembiayaan Pilkada 2024 jadi kalau ini, kita dapat menganggarkan sesuai perintah undang-undang, untuk 40 persen dana Bawaslu dan KPU,” ucapnya.
Lainnya, belanja yang sifatnya terus menerus, untuk keperluan setiap bulan berjalan. Seperti gaji dan tunjangan. Belanja barang dan jasa, bayar telpon, air, bayar internet. Pembayaran cicilan utang. Prioritas utama kewajiban pemerintah daerah.
“Bukan utang pekerjaan. Pemenuhan kewajiban perjanjian kontrak, keterlambatan pembayaran yang sudah dikerjakan 100 persen. Seperti Dinas PUPR 5 miliar dan di Dukcapil. Ini yang masuk ketentuan pembayaran utang atas keterlambatan pembayaran,” jelas Ramli.
Berikut sifatnya mandatory sesuai prioritas nasional.
Seperti, penurunan stunting, pengentasan kemiskinan ekstrem.
“Ini bisa diprogramkan, tapi catatan Kemendagri yang langsung menyentuh masalahnya. Bukan perjalanan dinas atau rapat, tapi seperti pemberian bantuan makanan ibu dan bayi. Ini prioritas nasional. Anggaran inflasi, jadi, tidak boleh keluar dari PMK, termasuk menjaga pasokan dan operasi pasar. Ini dimungkinkan dilaksanakan,” urai dia.
Dalam hal tidak memenuhi kriteria darurat dan mendesak ungkap Ramli, pemda bisa menggeser anggaran yang tidak menyebabkan perubahan APBD.
Ketua DPRD Banggai, Suprapto menyebut, kondisi tersebut cukup menyedihkan.
Sementara Wakil Ketua II, Dewan Banggai, Samsulbahri Mang menekankan menyangkut aspirasi wakil rakyat perlu dijelaskan bahwa OPD mana saja yang tidak bisa melaksanakan program.
Bali-sapaan karib Samsulbahri Mang menyebut bahwa kegiatan dewan, selain menjaring aspirasi saat ini menghadapi pemilu. Tentu saja, akan banyak kegiatan agenda-agenda nasional
Bahkan Bali menyebut terhadap kondisi demikian, merupakan bentuk kemunduran di pemerintahan Kabupaten Banggai.
Ketua Komisi II, Dewan Banggai, Sukri Djalumang menyebut bahwa Perubahan APBD 2023 yang tidak dapat dilaksanakan merupakan pengalaman pahit yang terjadi di lembaga ini, semacam turbulensi.
“Tertutup semua. Kita di dewan ini mengawal dan mengawasi sebagai fungsi lembaga. Ini pengalaman pahit. Seperti tikus mati di lumbung padi. Kalau dulu kita pusing mencari uang. Kita ambil hikmahnya. TAPD memasukkan dokumen jangan di penghujung waktu. Jangan di lembaga ini yang disalahkan, kita bekerja di penghujung waktu,” ungkap Sukri. *
Discussion about this post