Memang, kaum Nahdliyyin berandil terhadap proses kemerdekaan negeri ini, bahkan semasa awal pergurusan landasan berdirinya sebuah negara yang dirancang dalam BPUPKI. Namun, fakta sejarah juga tercatat, tak sedikit dari elemen non Nahdliyyin, bahkan dari kalangan Nasrani ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan dan tata fondasi negeri merdeka ini. Fakta historis ini – harus kita catat dengan tegas dan jelas – pernyataan Yaqut menihilkan peran dan andil berbagai pihak. Inilah yang menimbulkan reaksi negatif kalangan non Nahdliyyin.
Bahkan, dalam barisan Nahdliyyin struktural apalagi yang nonstruktural juga keberatan dengan pernyataan Yaqut. Mereka merasa dicemarkan nama baiknya. Ikut ternoda. Meski pernyataan Yaqut sebagai personal, tapi jatidiri ke-NU-annya tak bisa dilepaskan dengan pernyataan itu. Karena itu, secara sadar atau tidak, kalangan NU seperti kecolongan bahkan merasa digebug citranya. Citra NU yang toleran ternyata diradikalisasi oleh kadernya sendiri.
Baca juga: Mempertahankan Aceh Dalam Pangkuan NKRI
Secara topografis sosial, kita bisa menyaksikan bersama, sebagian elemen muslim hanya “tersenyum” membaca dan mendengarkan pernyataan Yaqut yang a historis itu. Bukan kali ini saja Yaqut menyampaikan dan bertindak secara kontroversial. Tapi, sebagian lagi bersikap, nihilisasi itu tak bisa dibiarkan. Karena itu, muncul sikap di antara sejumlah komponen masyarakat yang mendesak agar kepolisian mengambil tindakan hukum karena pelecehan dan pencemarannya kepada kalangan lain, baik dari elemen non Nahdliyyin ataupun kalangan NU itu sendiri, meski dari umat nonmuslim belum atau tidak terlihat.
Reaksi sebagian komponen umat itu pun dijawab dengan tegas: barisan GP Ansor siap menjadi benteng terdepan. Mereka siap menghalau kekuatan manapun yang akan mengambil tindakan hukum. Dengan nada yang lebih smooth, barisan pro Yaqut menyatakan, “mengapa harus menggoreng terus isu yang tidak esensial? Dengan logika dangkal, para kontrarian pernyataan Yaqut dinilai sebagai rasa kebencian terhadap NU”.
Apapun ragam pembelaan pro Yaqut mendorong terciptanya suasana ketegangan sosial. Minimal, ketidakharmonisan. Jika masing-masing tetap pada pendiriannya – penegakan hukum versus penggagalannya – di lapangan pasti terjadi konflik diametral. Di sinilah kita melihat relasi pernyataan heboh Yaqut dengan problem pertahanan dan keamanan.
Publik punya segudang data, sosok Yaqut gemar bersikap dan melontarkan kata kontroversial. Sebuah renungan, apakah kontroversialitas ini memang dirancang untuk mengantarkan dirinya sebagai menteri? Atau – variebel lain – apakah sosok Yaqut yang kontroversial ini sengaja dipasang sebagai Menteri Agama untuk agenda pembenturan antarumat Islam? Variabel terakhir ini layak kita lontarkan karena sejak dirinya memimpin Kementerian Agama kian nyeleneh dan cenderung membuat kejengkelan umat pada umumnya.
Sekali lagi sebuah renungan yang perlu dipertegas, apakah ada kesengajaan menempatkan seorang Yaqut sebagai Menteri Agama, yang – secara kapasitas keilmuan – dipertanyakan kualitasnya? Apakah penempatannya dalam kerangka desain devide et empera dalam relung-relung umat? Jika itu desainnya, maka bangsa ini kian menangkap sinyalnya: ada upaya sistimatis bagi neokolnialis (sebagai bangsa sendiri atau bekerjasama dengan asing) yang memang ingin menghancurkan negeri ini. Dan konfliktualitas umat yang memang sangat besar jumlahnya di Tanah Air ini adalah sasaran yang paling efektif. Inilah skenario keji yang harus dibaca dengan jernih, oleh umat itu sendiri, bahkan seluruh elemen bangsa ini. Untuk kepentingan keselamatan kita bersama. Jika seluruh komponen bangsa ini termakan oleh skenario itu, maka Indonesia bisa tinggal nama.
Baca juga: Menerawang Prospektus Amandemen
Dengan positive thingking, kita percayakan aparat keamanan-pertahanan tetap setia pada sumpah Sapta Marga dan Bhayangkaranya: mencegah konflik horisontal antarumat. Tapi, argumentasi sosial-politik dari masing-masing “kubu” tak bisa dipandang sebagai persoalan yang remeh-temeh. Karenanya, jalan yang paling arif adalah menghormati para pihak yang diremehkan jika mereka mengambil tindakan hukum.
Discussion about this post