Advertisement
Opini

Himpitan Ekonomi Mematikan Naluri Keibuan

540
×

Himpitan Ekonomi Mematikan Naluri Keibuan

Sebarkan artikel ini
Fitriawati Ahsan

Oleh: Fitriawati Ahsan

SEORANG Ibu berinisial SS tega menjual anak kandungnya yang baru lahir, seharga Rp 20 Juta di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sang ibu mengaku menjual bayinya karena tuntutan ekonomi dan merasa tidak sanggup untuk membesarkannya.

Hal serupa juga terjadi beberapa bulan lalu, tepatnya di bulan Februari seorang remaja di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) berinisial PNH (18) ditangkap karena menjual bayinya seharga Rp 4 juta.

Motif pelaku menjual bayinya karena butuh biaya untuk pulang kampung menemui orang tuanya.

Hal ini sungguhlah sangat miris, seorang Ibu yang seharusnya menjadi pelindung dan tempat teraman sang anak justru tega menjual buah hatinya sendiri.

Himpitan ekonomi rupanya mengakibatkan hilangnya akal sehat dan matinya naluri keibuan.

Terlebih bila suporting sistem juga tidak berjalan, baik karena sama-sama miskin ataupun individualistis.

Hidup dalam sistem kapitalis nyatanya memang tidak memberikan keuntungan bagi kaum Wanita.

Baca:  Aksi Demonstrasi Masyarakat Paris Sebagai Bentuk Penolakan RUU Pensiun

Kebutuhan yang serba mahal, sulitnya lapangan kerja dan gaji yang layak bagi para suami membuat banyak perempuan terpaksa harus bekerja demi menopang perekonomian keluarga.

Alhasil, fitrah seorang Ibu kian tergerus oleh zaman. Kehidupan sosial media yang serba hedonism juga mengubah banyak pandangan kaum Wanita sehingga menganggap materi adalah sumber satu-satunya kebahagiaan.

Abainya Negara dalam mewujudkan kesejahteraan dan penyediaan lapangan kerja bagi para suami semakin memperparah kerusakan yang ada.

Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini. Karena nampak dari Kasus serupa yang banyak terjadi.

Di sisi lain, hal ini juga mencerminkan gagalnya sistem Pendidikan dalam membentuk pribadi yang bertakwa. Bisa dilihat dari tidak konsistennya kurikulum sekolah yang berubah-ubah sesuai kebijakan Menterinya.

Sehingga arah tujuan Pendidikan menjadi tidak jelas, bukan berfokus pada Pendidikan karakter serta ketakwaan individu tetapi berorientasi kepada bagaimana individu tersebut kelak dapat menghasilkan materi sebanyak-banyaknya.

Baca:  Sikap Cawe-Cawe Presiden Jokowi, Mengapa Dipermasalahkan?

Hal ini jauh berbeda dengan syariat Islam. Dalam Islam, peran Negara sebagai raa’in (pemelihara), kesejahteraan menjadi kewajiban Negara untuk mewujudkannya.

Islam juga memiliki sistem ekonomi yang mensejahterakan rakyat melalui berbagai mekanisme, termasuk dengan menyediakan lapangan pekerjaan.

Begitu juga sistem Pendidikan di dalam Islam, yang akan membentuk kepribadian-kepribadian Islam. Melahirkan generasi peradaban terbaik. Baik dalam orientasi dunia serta akhirat.

Sebagaimana kejayaan Islam di masa lalu telah menghasilkan banyak ilmuwan-ilmuwan muslim serta ulama-ulama mutjtahid yang keilmuannya dapat dirasakan hingga sekarang.

Selain itu, media juga berperan mendukung terbentuknya keimanan individu. Penerapan Islam kaffah juga akan mewujudkan optimalnya Fungsi keluarga, sehingga fitrah seorang Ibu tetap terjaga. *

Penulis adalah aktivis dakwah

Baca: Wajah Pendidikan Banggai: Sekolah Seharga Nyawa Kami