Oleh: Abdul Hamidi, S.Ag, M.Pd
(Isi Khutbah di Masjid Agung Annur Luwuk pada Hari Raya Idul Fitri 1444 H)
اَ لسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ا للهِ وَبَرَكَاتُهْ
اَلله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ, لله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ, لله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ ,اَلله ُاَكْبَرْ
.لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ، اَللهُ اَكْبَرْوَلِلَّهِ الْحَمْدُ .
اَلْحَمْدِلِلَّهِ الَّذِىْ جَعَلَ هَذَا الْيَوْمَ عِيْدًا وَسَعَادَةً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَخَتَمَ بِهِ شَهْرُ رَمَضَانَ الْمُبَارَكَ الَّذِيْ كُتِبَ فِيْهِ الصِّيَامُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَأُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُداً لِلْمُتَّقِيْنَ.
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِى سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
اَمَّابَعْدُ: فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْتُم مُسْلِمُوْنَ.
KETIKA senja merah berangsur-angsur turun di penghujung bulan Ramadhan. Saat gema takbir, tahlil dan tahmid berkumandang di seantero pelosok bumi. Dan ketika fajar pertama menyingsing di bulan syawal, segenap kaum muslimin dan muslimat berbondong-bondong menuju tempat shalat.
Kita duduk bersimpuh memuja dan memuji keagungan Allah SWT. Tidak ada pemisah antara si kaya dengan si miskin. Tidak ada pembeda antara pejabat dan rakyat jelata. Orang yang terhormat dengan orang yang rendahan. Orang yang lemah dengan orang yang kuat. Mereka berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Manusia pada saat ini tidak ada yang membangga-banggakan kedudukannya, jabatannya, kekayaan dan kekuatannya. Karena manusia pada hakekatnya sama yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Manusia semuanya kecil. Yang besar hanya Allah SWT. Manusia semuanya miskin. Yang kaya hanyalah Allah SWT. Manusia semuanya hina. Yang terhormat hanyalah Allah SWT. Kita semua lemah. Yang kuat hanyalah Allah swt.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilham.
Sungguh saat ini di dalam dada setiap Mukmin ada dua perasaan. Yakni perasaan sedih dan perasaan gembira. Perasaan sedih karena Ramadhan telah pergi meninggalkan kita.
Rasulullah SAW telah menuturkan “iza kana akhiru lailatil minramadhan bakatis samawati wal ardi ala musibatin li ummati muhammadin saw, qolu ayyu musibatin hiya ya rasulullah qola zahabu ramadhan”.
Artinya apabila malam terakhir Ramadhan telah tiba maka menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi atas musibah yang menimpa ummat Muhammad SAW.
Para sahabat bertanya, musibah apa yang terjadi ya Rasulullah? Lalu Rasulullah menjawab perginya bulan suci Ramadhan.
Kini Ramadhan telah pergi meninggalkan kita. Meninggalkan kesan yang terindah bagi kita. Akankah kita masih bisa berjumpa dengan Ramadhan tahun yang akan datang ?
Dibalik perasaan sedih ini pula, kita patut berbahagia. Bahagia karena pada hari ini Rasulullah SAW telah menyatakan.
للصائم فرحتان ، فرحة عندالإفطار وفرحة عند لقاءربه “ “bagi orang yang telah berpuasa, mereka berhak mendapatkan dua saat kebahagiaan. Yang pertama saat berhari raya Idul Fitri dan yang kedua ketika kelak akan berjumpa dengan sang khalik yakni Allah SWT.
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd
Di dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa hari ini Allah SWT memerintahkan kepada para malaikatnya turun memenuhi jalan-jalan yang dilalui hambanya untuk melakukan shalat Idul Fitri.
“Allah menyeru, wahai malaikatku apa balasan bagi pekerja yang telah menyelesaikan pekerjaannya? para malaikat menjawab balasannya adalah menerima gaji dengan sempurna. Lalu Allah berkata aku persaksikan kepadamu bahwa aku telah meridhoi dan mengampuni segala dosanya sebagai balasan atas puasa dan tarawehnya”.
Alhamdulillah, sungguh sangat berbahagia kita hari ini. Oleh karena Allah telah meridhoi dan mengampuni seluruh dosa-dosa kita “kayaumin wulidat mimbatni ummihi” bagaikan bayi yang baru keluar dari perut ibunya. Inilah hakekat hari raya Idul Fitri.
Hari raya Idul Fitri yang secara harpiah dimaknai sebagai kembali kepada fitrah kemanusiaan yang suci. Setelah berperang melawan nafsu duniawi yang menyesatkan. Nafsu duniawi yang selama ini menguasai manusia sehingga fitrah manusia bergeser sedikit demi sedikit sampai pada puncaknya keluar jauh dari relnya yang sesungguhnya.
Nafsu memang sangat berbahaya kalau di turuti terus-menerus. Banyak orang yang telah terjebak oleh bujuk rayu nafsu yang mematikan. Nafsu sering kali datang merayu dengan bahasa yang indah, manis, dan menarik. Padahal semua itu hanya fatamorgana.
Dari bujuk rayunya yang manis itu, dia sesunggunya ingin menguasai manusia, membunuh fitrah manusia, membunuh iman, sehingga tidak sedikit orang yang namanya masih beragama, tapi imannya tidak lagi berfungsi.
Napsu terkadang datang dengan siasatnya yang khas. Dia memamerkan keindahan dunia. Dia menyelinap dibalik keindahan materi. Dia bersembunyi dibalik pangkat dan jabatan. Dia terselip dibalik kecantikan wanita dan ketampanan pria.
Dari sana dia mulai merayu dengan manisnya dosa. Membujuk dengan kekayaan berlimpah. Menggoda dengan sesuatu yang kelihatan lebih indah. Lebih cocok dengan zaman. Lebih sesuai dengan kedudukan. Lebih pantas dengan jabatan. Maka ditutuplah mata hati kita untuk memperoleh semua itu tanpa menghiraukan orang lain.
Alhamdulillah perang melawan hawa nafsu selama Ramadhan dapat kita menangkan. Dan akankah kita dapat mempertahankan kemenangan tersebut untuk mengawal 11 bulan kedepan?
Hakekat puasa yang kita laksanakan sebulan tersebut adalah suatu proses untuk mencuci dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Apalagi dunia pada saat ini dengan kegemerlapannya. Begitu besar godaan dan cobaan yang ada di sekitar kita. Baik dalam rumah tangga sendiri, dilingkungan tetangga, ditempat pekerjaan dan lain sebagainya.
Orang mengatakan zaman ini zaman edan. Banyak orang bertikai demi kepentingan dunia. Menghalalkan berbagai macam cara demi mendapatkan kepentingan pribadi atau golongan. Kalau perlu dengan memfitnah, mengintimidasi, dan berbohong ditengah publik.
Apapun yang terjadi halal haram hantam. Sikut kiri sikut kanan. Bila perlu jilat keatas injak kebawah. Nauzubillah.
Padahal hidup ini akan berlalu. Kita akan kembali kehadirat Allah SWT untuk mempertaggungjawabkan seluruh amal perbuatan kita. Kita bisa saja memanipulasi data dan fakta. Merekayasa opini publik. Membeli pengadilan dan membujuk media masa. Namun catatan Rakib dan Atid tidak pernah bisa dibengkokkan. Apalagi Allah SWT. Dia maha melihat dan maha mengetahui.
Sebulan penuh kita sudah melakukan pertaubatan kepada Allah SWT. Agar Allah mau memaafkan segala dosa-dosa yang selama ini kita kerjakan. Momentum Idul Fitri ini selain permohonan maaf kita kepada allah, kitapun diperintahkan untuk saling maaf memaafkan.
Allah SWT berfirman dalam QS Ali Imran ayat 134
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾
Artinya; dan bersegeralah menuju ampunan dari tuhanmu dan surga yang luasnya seperti langit dan bumi, disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanyan baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang orang lain,sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.
Saling Memaafkan
Memaafkan adalah suatu pekerjaan yang gampang-gampang susah. Tidak semua orang mau berbesar hati memaafkan kesalahan orang lain. Apalagi menganggap kesalahan itu terlalu besar, sehingga kata maaf saja dianggap terlalu ringan dan tidak cukup untuk menebus kesalahan tersebut.
Discussion about this post