IKLAN

Kolom Muhadam

Kesadaran Politisi Terhadap Birokrasi

472
×

Kesadaran Politisi Terhadap Birokrasi

Sebarkan artikel ini

Berbeda dari itu, birokrat direkrut berdasarkan kualifikasi yang ditentukan secara profesional. Promosi, demosi dan mutasi didasarkan pada analisis jabatan & beban kerja. Jadi, membawa tim bayangan kedalam birokrasi bukan hanya merusak sistem, tak jarang memproduk kebijakan yang hanya berganti kulit. Bisa dipahami mengapa kebijakan pendidikan di setiap pergantian menteri tak pernah konsisten. Politisi boleh berganti  pasca indekost lima tahunan, namun birokrasi bertahan hingga puluhan tahun.

Ketiga, persyaratan kenaikan pangkat dan jabatan seorang birokrat melalui mekanisme yang rigid dan berliku. Tanpa itu birokrat mentok di pangkat dan jabatan seadanya. Kendatipun telah melewati asesment dengan sejumlah kriteria seperti pendidikan, talent pool, makalah, dan wawancara, mereka belum tentu di lantik. Sebagian antri alias masuk daftar tunggu (waiting list) disebabkan melimpahnya sumber daya.

Mungkin dalam dunia politik pola seleksinya tak begitu ketat sepanjang terbentuk like & dislike. Pertimbangan pokoknya siapa yang paling disukai, baik oleh pemilih atau pimpinan partai. Kesukaan pemilih ditunjukkan oleh tingginya elektabilitas politisi. Sedangkan kesukaan pimpinan partai ditunjukkan oleh rekomendasi sebagai calon legislatif atau calon eksekutif saat pemilu.

Keempat, kekecewaan terberat seorang birokrat ketika sistem rekrutmen tak memperlihatkan prinsip fairness sesuai aturan yang tersedia. Promosi dilakukan hanya upaya pengguguran kewajiban. Mereka yang berada di nomor teratas hasil open biding hanya dipandang sebagai pemanis buatan. Bukan mereka yang dilantik, bahkan ada yang dilantik tapi tak mendapatkan pekerjaan. Diambil alih oleh tim sukses atau tim bayangan. Mereka frustasi, diam, tak inovatif, dan bekerja berdasarkan petunjuk atasan (robotic).

Baca:  Membatasi Peran _Cukong_ Dalam Pemilukada

Kelima, berdasarkan UU Nomor 6/2014 dan Peraturan BKN No.5/2019, mobilisasi ASN dilingkungan birokrasi di atur sedemikian rupa agar politisi tak mudah mengutak-atik birokrasi. Tindakan demikian dapat mengganggu kinerja birokrasi dan pelayanan masyarakat. Pengaturan itu bahkan dilakukan enam bulan sebelum dan sesudah terpilih sebagai kepala daerah. Hal ini dapat dilacak dalam UU 32/2004 tentang Pemda dan UU 10/2016 tentang Pilkada. Maknanya, negara menyediakan birokrasi tanpa harus mencari tim bayangan. *

error: Content is protected !!