Benturan Mental Dan Resonansi Aspirasi Pejabat Administrasi Dan Pejabat Pelaksana Terhadap Implementasi PerMen PAN RB Nomor 28 Tahun 2019
Oleh: Dr. Syarif Makmur, M.Si
INSTRUKSI Presiden Joko Widodo kepada Menpan RB Tjahyo Kumolo tidak bisa di tawar-tawar lagi melihat postur tubuh birokrasi pemerintahan yang gendut, penuh lemak, kolesterol tinggi dan menjadi sarang berbagai penyakit birokrasi.
Ibarat seorang atlit, struktur birokrasi di kementerian/lembaga apalagi di birokrasi pemerintahan daerah sudah kalah sebelum bertanding.
Kekalahan utama ada pada cara berpikir dan cara bersikap para pejabat struktural yang selama ini berada di zona nyaman tetapi tidak aman.
Zona nyaman, karena pejabat struktural di lengkapi dengan segala fasilitas negara, mendapatkan tunjangan, memiliki staf dan ada kekuasaan dan kewenangan memerintah, mengelola anggaran negara yang cukup besar, serta di hormati dan di hargai.
Tidak aman, karena para pejabat struktural ini menjadi sorotan publik dan wilayah yang paling seksi untuk di lihat dan ditonton setiap waktu.
Berbuat kesalahan dan salah mengenderai jabatan nya pasti di kenakan tilang oleh aparat penegak hukum.
Aparat penegak hukum, apakah Kejaksaan atau kepolisian lebih-lebih KPK akan menyorot prilaku para pejabat struktural ini.
Prilaku menyimpang masih terus membayangi para pejabat struktural, bila pengawasan dan kontrol yang rendah dan minim dari pejabat tinggi pratama dan pejabat tinggi madya.
Dan lebih berbahaya lagi bila pejabat tinggi pratama dan pejabat tinggi madya tidak bekerja sesuai dengan sistem dan mekanisme ketentuan perundangan yang berlaku, maka perilaku menyimpang akan selalu terjadi.
Penyimpangan perilaku pejabat struktural di awali dari cara berpikir dan cara bersikap yang salah dan hal itu berpengaruh kepada cara bertindak atau cara berperilaku yang salah (Sigmund preud: 1939).
Cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak dengan pendekatan struktural selama ini yang membuat birokrasi Indonesia malas, lambat bergerak, tidak selincah sahabat nya di jabatan fungsional, yang mandiri, profesional dan berdedikasi serta berintegritas dengan kepakaran dan kompetensinya.
Menpan RB Tjahyo Kumolo berulang-ulang kali dengan tegas menyatakan segera melakukan penyesuaian jabatan administrasi dan jabatan pelaksana ke jabatan fungsional tertentu di semua kementerian dan lembaga serta pemerintahan daerah.
Permen PAN RB nomor 28 tahun 2019 sudah di terimplementasi di semua kementrian dan lembaga walaupun belum sepenuhnya maksimal.
Bagaimana Dengan Struktur Birokrasi Pemerintah Daerah?
Yang paling sulit menghadapi kebijakan pemerintah ini adalah pemerintah daerah.
Kesulitan Pemerintah Daerah yang paling dominan ada pada unit-unit pengelola kepgawaian dan pengelola organisasi dan tata laksana, dimana rata-rata Pemda nya sedikit sekali memiliki SDM yang berkualifikasi analys kepegawaian dan analys kelembagaan yang nantinya akan mengelola dan merumuskan kebijakan ini.
Bagi pemda-pemda di Jawa terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur serta Pemda DIY, sangat di yakini akan cepat bekerja dan menyesuaikan penyetaraan jabatan, ini karena SDM nya mendukung.
Tetapi bagi Pemda-pemda di luar itu di yakini dan sangat di yakini akan mengalami kesulitan dan akan terjadi klaim dan penolakan oleh sebagian besar ASN untuk migrasi ke jabatan fungsional.
Benturan mental dan resonansi aspirasi para pejabat administrasi dan pejabat pelaksana di lingkungan pemda ini sudah mulai di rasakan.
Peran Kepala Daerah dan Sekda nya amat menentukan untuk meminimalisir benturan dan resonansi yang terjadi ini.
Bagaimanapun juga mereka (pejabat administrasi) merupakan garis depan dan ujung tombak kepala daerah bahkan di sinyalir mereka-mereka ini adalah tim-tim sukses saat Pilkada 2020.
Ada korelasi yang sangat signifikan antara benturan mental dan resonansi pejabat administrasi ini dengan klaim atau penolakan mereka terhadap implementasi kebijakan ini.
Discussion about this post