Oleh karenanya Bupati HY patut untuk menindaklanjutinya dengan mengusulkan pembentukan DOB Kabupaten Tompotika kepada Gubernur Sulawesi Tengah dan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah. Hal ini perlu dilakukan, tentu dengan terlebih dahulu melengkapi segala persyaratan teknis dan administrasi yang diperlukan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Namun sangat disesalkan, setelah enam tahun berlalu diresmikannya aspirasi rakyat Kabupaten Banggai tersebut, Bupati HY hingga saat ini belum juga menindaklanjutinya. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan dan spekulasi dibenak publik. Mengapa Bupati HY hanya menyimpan dan mendiamkan didalam laci mejanya dokumen daerah tersebut? Apakah hal ini menunjukkan sikap Bupati HY yang hendak melecehkan aspirasi rakyat tersebut?
Ketiga, bahwa sampai dengan saat ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemekaran dan/atau pembentukan daerah otonom baru masih berlaku positif. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (vide: pasal 33 ayat 1) dan UU No. 9 tahun 2015 tentang Pemda juncto PP No. 78 tahun 2007 yang mengatur tentang Tatacara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Oleh karena itu secara juridis tidak terdapat penghalang untuk memproses tindaklanjut pengusulan pembentukan DOB Kabupaten Tompotika.
Kebijakan Moratorium
Berkenaan dengan kebijakan moratorium atau penundaan sementara pemekaran daerah yang diberlakukan oleh pemerintah pusat sejak tahun 2008, hal ini tidak menghalangi atau membatalkan otoritas pemerintah daerah untuk menyiapkan persyaratan pembentukan DOB. Ini terbukti dengan dimekarkannya dan/atau terbentuknya Kabupaten Banggai Laut dan Kabupaten Morowali Utara pada tahun 2013, dimana pada saat itu kebijakan moratorium pemekaran daerah belum dicabut.
Hal ini menjadi menarik untuk dipikirkan. Oleh sebab DOB Banggai Laut dan Morowali Utara terbentuk justru pada saat diberlakukannya moratorium pemekaran daerah. Apakah ini dimungkinkan, setelah sebelumnya pada dua daerah tersebut terjadi aksi-aksi demonstrasi massal yang disertai dengan tindakan anarkistis dari warga yang menolak pemindahan ibu kota pada dua kabupaten induknya. Apakah kebijakan moratorium itu dapat diterobos dengan melakukan tindakan-tindakan anarkistis oleh warga sebagai “syarat tambahan” agar pemekaran suatu daerah itu dapat dibuka kembali?
Menurut penulis, hal ini perlu disikapi secara bijak oleh semua elemen pemangku kepentingan, kalau toh pemerintah masih memberlakukan ketentuan peraturan yang mengakomodasi pemekaran daerah untuk kepentingan pembentukan daerah otonom baru. Olehnya itu penulis sebagai Ketua FPPKT mendesak agar kiranya Bupati HY segera mengusulkan kepada Gubernur dan DPRD Sulteng tindaklanjut pembentukan DOB Kabupaten Tompotika tersebut. Sehingga cita-cita dan aspirasi masyarakat Kabupaten Banggai itu dapat bergerak secara bertahap, dan untuk selanjutnya dapat sampai ke tangan pemerintah pusat (Kemendgri) dan DPR RI.
Demikian, wawlahu a’lamu bishawab…!*
Penulis adalah advokat, dan Ketua Forum Percepatan Pembentukan Kabupaten Tompotika (FPPKT).
Discussion about this post