Van Vollenhoven telah mengelompokkan hukum adat Indonesia kedalam 19 Lingkungan Hukum Adat yang terdiri dari Lingkungan Hukum Adat : Aceh; Tanah Gayo, Alas dan Batak; Daerah Minangkabau dan Mentawai; Sumatera Selatan; Daerah Melayu; Bangka dan Belitung; Kalimantan; Minahasa / Manado; Gorontalo; Tana Toraja; Sulawesi Selatan; Kepulauan Ternate; Maluku – Ambon; Papua; Kepulauan Timor; Bali dan Lombok; Bagian Tengah Jawa, Jawa Timur dan Madura; Solo-Yogyakarta; dan Lingkungan Hukum Adat Jawa Barat (Parahyangan, Tanah Sunda, Jakarta serta Banten).
Keseluruhan lingkungan hukum adat tersebut memiliki karakteristik sendiri yang mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat lokal yang sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Hukum adat diterima oleh masyarakat sebagai norma yang dipatuhi, sehingga setiap terjadi sengketa perselisihan dalam bentuk apapun (baik pidana atau perdata), tindakan penyelesaian yang diambil oleh tokoh adat selalu diterima oleh masyarakat tanpa ada keberatan dari pihak manapun.
3. Efektifitas Hukum Adat
Hukum adat pada hakekatnya merupakan bukti dari adanya kearifan lokal bangsa Indonesia, memiliki nilai-nilai yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, dan terkadang jauh lebih efektif dalam menyelesaikan setiap terjadinya perselisihan dikalangan masyarakat Indonesia dibandingkan dengan hukum formil baik hukum pidana maupun perdata yang berlaku selama ini, karena hukum adat memiliki sifat-sifat antara lain:
Hukum adat memiliki sifat kosmis yang menyatukan masyarakat, baik dengan sesama anggota masyarakat, maupun antara masyarakat dengan alam semesta.
Hukum adat sangat terbuka untuk setiap peristiwa yang terjadi, sehingga dapat mengadili semua sengketa yang terjadi dalam masyarakat tanpa dibatasi oleh aturan yang bersifat formil dan tertulis.
Sanksi hukum adat dijatuhkan tidak hanya terhadap pelaku tetapi dapat juga dijatuhkan kepada kerabat atau keluarganya, bahkan dapat juga dijatuhkan kepada masyarakat yang bersangkutan untuk mengembalikan keseimbangan kosmis yang terganggu akibat adanya peristiwa atau sengketa dalam masyarakat.
Putusan tokoh adat terhadap setiap sengketa yang terjadi dalam masyarakat selalu dianggap sebagai putusan yang benar dan terbaik, sehingga dipatuhi oleh semua pihak, baik para pihak yang bersengketa, keluarga para pihak maupun masyarakat sekitar.
Putusan atas sengketa/perselisihan dalam masyarakat yang diselesaikan berdasarkan hukum adat, baik sengketa/perselisihan yang bersifat pidana atau perdata, hampir selalu diterima oleh pelaku, korban dan/atau pihak yang bersengketa tanpa ada keberatan, karena putusan tersebut selalu diambil oleh para tokoh adat dengan melibatkan para pihak yang bersengketa, keluarga serta masyarakat sekitar terjadinya perselisihan, sehingga mencerminkan rasa keadilan yang bersifat universal, karena tidak hanya diterima oleh masyarakat, tetapi juga dianggap diterima oleh alam.
Discussion about this post