BANGGAI — Sejumlah nama sempat santer akan mendampingi Herwin Yatim di Pilkada Banggai. Mulai dari Ismail Yunus, Abdul Haris Hakim hingga Suprapto.
Endingnya, mantan Bupati Banggai periode sebelumnya ini lebih memilih Hepy Yeremia Manopo sebagai bakal calon Wakil Bupati Banggai.
Lantas siapa sosok yang punya andil besar sukses mencuri hati Partai Hanura sehingga berkoalisi dengan PDI Perjuangan di Pilkada Banggai 2024 ini?
Dilansir Okenesia.com, Hepy dibesarkan dari keluarga kategori miskin. Meski begitu tak membuatnya menyerah dengan keadaan.
Hepy mampu menyesuaikan diri dengan iklim, lingkungan, kondisi atau suasana baru yang menjadikannya berubah 180 derajat.
Gegap gempita Pilkada Banggai tahun ini menyisakan tiga bulan lebih. Akhir November, warga kabupaten bermotto ‘Momposaangu Tanga Mombulakon Tano’ akan menentukan pilihannya di bilik suara.
Di masa penantian ini, muncul nama Hepy. Nama lengkapnya Hepy Yeremia Manopo.
Mantan Bupati Banggai periode 2016-2021, Herwin Yatim yang kembali berikhtiar mencalonkan diri menggandeng Hepy Yeremia Manopo sebagai bakal calon wakil bupati Banggai.
Kepastian Herwin-Hepy maju bertarung di kontestasi Pilkada Banggai diumumkan secara resmi di agenda deklarasi pasangan calon yang disingkat HY2M (paduan nama Herwin Yatim & Hepy Yeremia Manopo) di Sekretariat DPC PDI Perjuangan, Sabtu (10/8/2024) kemarin.
Agenda deklarasi pasangan calon dilanjutkan dengan agenda politik jalan santai bertajuk ‘Jalan Santai Pinasa’ di Teluk Lalong, Minggu (11/8/2024).
Kehidupan Kecil dan Remaja
Hepy mengisahkan kehidupan kecil dan remajanya usai Jalan Santai Pinasa pagi itu.
Dia lahir di Desa Boras, Kecamatan Mantoh, Kabupaten Banggai tahun 1976. Hepy yang baru berusia tiga tahun, diboyong orang tuanya pindah di Desa Poroan, Kecamatan Lamala, Banggai pada tahun 1979.
Hanya dua tahun di situ. Pada tahun 1981 usia Hepy baru lima tahun, lagi-lagi orang tuanya pindah di Luwuk.
Di Luwuk, Hepy bersekolah di SDN Inpres Lumponyo. Lalu, melanjutkan pendidikan di SMP Kristen Luwuk. Ia tamat tahun 1991, saat itu usianya sudah menanjak remaja 15 tahun.
Kesadarannya terhadap status ekonomi orang tuanya sedari kecil. Buktinya, dalam kesehariannya itu, tubuh mungil Hepy harus berpeluh keringat. Ia bersedia menjadi penjual ikan menyusuri jalanan Kota Luwuk, Ibu Kota Kabupaten Banggai.
Dari hasil upah penjualan ikan dengan berjalan kaki, sebagian besar ia berikan kepada ibundanya. Upah yang tak seberapa itulah menjadi penyokong mengepulkan asap dapur.
Kondisi ekonomi keluarga Hepy memaksa dirinya tak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah atas.
Ia akhirnya harus bekerja serabutan untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarga.
“Saya tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMA, karena kondisi ekonomi orang tua,” kenang Hepy.
Keputusannya untuk tak melanjutkan pendidikan praktis hanya dilatari kesulitan ekonomi. Di benaknya ketika itu, tubuhnya yang mulai beranjak dari remaja menjadi dewasa, dia hanya akan menjadi mesin pencari uang. Titik, itu saja.
Merantau ke Makassar
Kegigihannya membantu ekonomi orang tua, Hepy yang masih terbilang remaja memberanikan diri merantau ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Hepy bekerja serabutan. Apa saja ia kerjakan. Di pikirannya yang penting mendapatkan uang. “Yang penting dapat uang,” kenang Hepy sembari tersenyum.
Kerja kerasnya bertahun-tahun tak sia-sia. Menjalani beragam jenis pekerjaan, Hepy akhirnya mendapatkan secercah harapan.
Dewi Fortuna berpihak padanya. Antara tahun 1995 hingga tahun 1997, ia mendapatkan kontrak pekerjaan menyuplai pupuk untuk Provinsi Sulteng.
Sayangnya, krisis ekonomi pada tahun 1997, pabrik pupuk akhirnya tutup, tak berproduksi lagi.
Heppy lalu banting setir menggeluti dunia marketing. Hingga ia sukses dikontrak perusahaan Sunlight asal Kanada.
Di tempatnya ia bekerja, Hepy mengikuti beragam pelatihan keterampilan, semisal pengembangan diri.
Hepy lalu ditempatkan oleh perusahaan asal Kanada itu sebagai kepala cabang di Palu.
Discussion about this post