Sang pemimpin utama harus mampu menunjukkan jatidiri keberdaulatannya di hadapan dunia. Refleksinya, bukan hanya piawai dalam berdiplomasi atau ketika proses membangun perjanjian kerjasama, tapi ia haruslah menunjukkan sikap dan aksi konkretnya ketika terdapat sejumlah bangsa lain bertindak “nakal” terhadap kedaulatan negara kita. Negara di bawah sang pemimpin utama harus tunjukkan kedaulatannya di darat, laut dan udara. Hal ini berarti, sang pemimpin utama harus menunjukkan kebijakan konkretnya yang powerful dalam hal pertahanan fisik dan mental para aparaturnya.
Kekuatan purna sistem pertahanan – mau tak mau – bicara sistem alusista yang memadahi. Juga, bina angkatan bersenjatanya, terkait kemampuan teknis penguasaan sistem pertahanan ataupun mentalitas sebagai kombatan dan hal-hal lain terkait dunia tempur. Data bicara, sistem alusista diakui oleh Menteri Pertahanan – jika dikaitkan dengan luasnya teritorial Indonesia, termasuk wilayah perairan – masih di bawah standar, setidaknya secara kuantitas. Hal ini tentu menjadi problem tersendiri, apalagi politik anggaran pertahanan terkategori masih terbatas, terutama jika menghendaki performa kekuatan ideal sesuai topografi dan luasan teritori Indonesia ini.
Namun demikian, keterbatasan sistem alusista haruslah tidak dijadikan alibi. Justru, kekuatan SDM angkatan pertahanan menjadi kata kunci penting. Lagi-lagi, mentalitas TNI-Polri menjadi hal krusial. Sementara itu kita saksikan sejumlah data di lapangan, tak sedikit oknum TNI-Polri bermasalah secara mental, sehingga sistem pertahanan dan keamanan sering jebol, di wilayah terluar perairan, bahkan di dalam wilayah yuridiksi negeri ini. Penjebolannya bukan secara agresi militeristik, tapi kesediaannya diajak bersekongkol. Inilah yang membuat maraknya pencurian kekayaan laut (ikan) secara besar-besaran. Penjebolannya juga kita saksikan pada panorama mudahnya people smuggling melalui sejumlah pantai dalam kaitan narkoba dan bandara dalam kasus tenaga kerja asing (TKA) yang kini kian marak.
Kebobrokan mentalitas oknum TNI-Polri – harus kita catat – berdampak pada ancaman bagi kedaulatan negara. Minimal, anak bangsa diperhadapkan panorama kecemburuan sosial yang sangat menyayat, bahkan kekhawatiran yang mendalam karena bayang-bayang neokolonialisasi. Ketika terjadi soft agresi dan rakyat berteriak atas nama kedaulatan negara, justru para disiden diperhadapkan aksi para oknum. Kiranya, tindakan represif itu bukanlah kemauan mereka yang bertugas di lapangan. Dalam kaitan inilah mengapa sang pemimpin utama yang benar-benar pro kedaulatan purna sungguh dinanti rakyat. Ia dinanti peranannya untuk mendukung ekstra para petugas di lapangan untuk mendarmabaktikan dirinya: demi kedaulatan negara.
Tentu, akan menjadi masalah berkepanjangan jika pembangunan sistem pertahanan hanya mendasarkan pada pendekatan alusista. Karena itu – seperti yang sudah lama dirancang-bangun Lembaga Pertahan Nasional (LEMHANAS) – ada varian langsung dalam membangun sistem pertahanan paripurna, yaitu pendekatan pembangunan kesejahteraan rakyat yang berspektrum nasional dan berangkat dari penguatan daerah.
Penguatan ekonomi berbasis daerah – perlu kita catat – merupakan strategi inovatif pasca reformasi. Setidaknya, penguatan ekonomi berbasis daerah akan menjadi penyangga ekonomi nasional. Jika ekonomi Pusat sempoyongan, maka kekuatan ekonomi daerah akan menjadi faktor penting untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi nasiona. Di sinilah urgensi desentralisasi ekonomi yang tentu berbasis daerah. “Daerah mengepung Pusat” (daerah kuat secara ekonomi) menjadi strategi pertahanan nasional yang berdampak pada pemeliharan kedaulatan negara.
Karena itu, gerakan ekonomi produktif sudah seharusnya lebih mengandalkan basis daerah. Refleksinya, serangkaian kebijakan Pusat idealnya selalu menopang akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah. Posisi dan kepentingan daerah harus dikedepankan. Karena itu, sudah saatnya sistem sentralisasi ekonomi Pusat dikendorkan. Dan sudah saatnya pula Pusat melepaskan ikatannya secara penuh, bukan setengah hati. Bukan melepaskan kepalanya, tapi tetap menarik ekornya. Inilah desentralisasi yang berpotensi basar dalam membangun pertumbuhan, yang imbas positifnya tentu bisa dinikmati masyarakat daerah. Inilah dimensi keadilan ekonomi dan sosial di balik sistem desentralisasi.
Sejalan dengan penguatan daerah itu pula, kiranya segenap stakeholder, dari komponen penyelenggara negara, partai politik dan lainnya harus seirima dalam memandang keberadaan dan peran daerah. Mereka perlu memandang daerah yang memiliki fungsi strategis. Bukan untuk kepentingan daerah itu sendiri, tapi korelasi kontributifnya untuk nasional. Jika seluruh stakeholder itu berpersepsi sama terhadap apa dan bagaimana daerah, maka di sanalah kita akan saksikan kekuatan negara yang sangat berdaulat.
Satu hal yang perlu kita garis-bawahi, keberdaulatan daerah akan melahirkan kekuatan kedaulatan baru dari sisi sosial dan budaya. Sementara, penguatan aspek sosial-budaya juga menjadi garda terdepan sebagai sistem pertahanan. Ketika seluruh daerah berdaya, kiranya tidaklah berlebihan jika kita menilai pertahanan nasional juga akan terjaga.
Seperti kita ketahui bersama, justru kondisi saat ini, daerah menjadi sasaran migrasi sejumlah elemen asing. Meski kini “berkedok” kerjasama ekonomi dan investasi, daerah benar-benar menjadi pertaruhan terbobol dan atau terjaganya kekuatan migrasi asing itu. Jika daerah – sebagai pemerintah dan masyarakatnya – tak peduli dengan gelombang migrasi asing itu, maka di sanalah kita akan jumpai potensi ancaman yang serius. Bukan dari Jakarta, tapi ancaman itu akan berkobar dari daerah. Karena itu tak ada kata lain kecuali daerah haruslah menjadi basis pertahanan, baik secara fisik (militer) ataupun sosial-budaya dan ekonomi.
Bagi keluarga besar Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI), itulah beberapa catatan krusial sekaligus gambaran prasyarat yang ingin didukung ekstra kuat bagi para kandidat pemimpin utama. Bagi PANDAI, tak ada tawar-menawar bahwa kemandirian, keberdaulatan, keberdayaan daerah menjadi prasyarat yang siap diaspirasikan untuk sang calon pemimpin utama. Untuk Indonesia yang jauh lebih powerful, maju, disegani dan mampu mengantarkan rakyat yang sejahtera (makmur) dalam dimensi keadilan. Inilah potret calon pemimpin utama yang kita tunggu. *
Jakarta, 13 Mei 2021
Penulis adalah Ketua Umum Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI)
Discussion about this post