JAKARTA – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno, memprediksi perang di Eropa Timur, yang melibatkan Rusia-Ukraina bakal berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Pada salah satu pertemuan bersama para CEO Mastermind, beberapa waktu lalu, Sandiaga mengemukakan dampak peperangan yang menguntungkan bagi Rusia, dan cara Indonesia bersikap.
“Sangat profitable bagi Rusia,” ungkap Sandiaga.
Dengan timbulnya perang tersebut, ekonomi dunia mengalami goncangan, apalagi setelah pandemi Covid-19.
Kondisi itu, mengakibatkan kontraksi berbagai sektor, khususnya energi minyak dan gas.
Rusia yang dikenal sebagai produsen Migas terbesar di Eropa, membalas embargo AS dan kawan-kawan, dengan cara menyetop seluruh pasokan minyaknya ke Uni Eropa, inflasi pun tak terhindarkan.
Dengan kenaikan harga minyak dunia, Rusia kata Sandiaga, memiliki celah untuk menjual minyaknya dibawah harga pasar.
“Dengan penjualan 30 persen dibawah harga pasar, Rusia mampu mencapai profit 6 Miliar dollar per hari,” ujar jebola Wichita State University dan George Washington University ini.
Jika dikalkulasikan, dikurangi biaya perang yang menyedot 1 Miliar dollar per hari, masih ada 5 Miliar dollar keuntungan yang didapatkan Rusia.
Pada situasi seperti ini, Indonesia kata Sandiaga, harus pintar menentukan sikap.
Bukan dengan ikut perang, tapi opsinya yakni, mepertimbangkan menerima tawaran Rusia, membeli minyak presiden Putin.
“Rusia kan nawarin ke kita. Eh lu mau ambil nggak. India sudah ambil nih. Minyak kita nih, 30 persen lebih murah dari pasar internasional. Kalau buat teman-teman CEO Mastermind, ambil nggak?,” tanya Sandiaga.
Para CEO Mastermind, pun sepakat menjawab mau membeli minyak Rusia.
“Pak Jokowi (juga, red) pikir yang sama, ambil,” tutur Maestro Bisnis kelahiran 28 Juni 1969 ini.
Namun, pilihan ini tidak serta merta di setujui, karena beresiko dengan adanya embargo Amerika.
“Nggak usah takut. Ya biarin ajalah, kalau kita diembargo, ya paling kita gak bisa makan McDonald’s kan. Makan Baba Rafi lah,” ucap Sandiaga menyebutkan dampak dari embargo.
“Hanya saja, kadang-kadang apa yang kita lihat, itu sangat berbeda dari perspektif. Mungkin geopolitik, mungkin dari segi makroekonomi,” lanjutnya.
Menjadi tantangan bagi Indonesia, kata pemilik kekayaan bersih Rp 5 Triliun ini, karena Indonesia bergantung pada sistem transaksi keuangan dunia, yang sejak awal mengandalkan dollar Amerika Serikat.
“Karena Barat ini kan, ya mau bagaimanapun juga mereka kontrol teknologi payment,” paparnya.
Transaksi keuangan seluruh sektor bisnis, kata Sandiaga, ketika menggunakan US Dollar, harus melalui New York.
Dengan begitu, AS memiliki kendali penuh terhadap aktivasi transaksi perbankan secara internasinal, termasuk pula perbankan di Indonesia.
“Karena kita takut SWIFTnya dimatiin. Kita nggak bisa ngirim US Dollar,”
Ketakutan itu, kata Sandiaga, kembali ditawarkan Rusia, dengan memakai mata uang Rubel.
“Kata Rusia, nggak usah takut, bayarnya pakai Rubel aja. Tukar Rupiah ke Rubel gitu,” tuturnya.
Opsi ini terus di perhitungkan secara matang oleh sektor keuangan Indonesia.
“Nah ini yang teman-teman di sektor keuangan lagi ngitung-ngitung,” kata pemilik PT Saratoga Advisor ini. *
Discussion about this post