Adapun isi keputusan itu adalah menyatakan mengabulkan permohonan haji Djabar. Dan menyatakan pula bahwa sertifikat hak guna usaha atau HGU nomor 04 tidak berkekuatan hukum.
Termasuk membayar uang perkara tergugat terdiri dari BPN, kurator dan BSS.
Sementara itu perusahaan menyatakan selama ini tidak pernah memiliki sertifikat 04 itu. Sertifikat yang ada pada BSS yakni nomor 01 Batui dan 01 Tolando.
Sehingga ketika digugat ke PN tahun berkenaan maka BSS dan kurator tidak lakukan upaya hukum banding.
Kompensasi Perusahaan
Dalam hearing itu juga terungkap, tahun 2011 BSS failied. Seluruh aset perusahaan kena sita kurator. Itu karena BSS memiliki pinjaman pada BNI.
Selanjutnya kurator mengajukan lelang ke pengadilan tata niaga.
Tahun 2019 ada perusahaan yang berminat, yakni Matra Arona Banggai.
Hanya saja ketika perusahaan tersebut melakukan aktivitas, masyarakat komplain. Alasan masyarakat, sebagian ahli waris belum mendapat ganti rugi dan adanya SKPT serta keputusan PN Luwuk.
Dihadapkan Pemda Banggai, perwakilan BPN menyatakan bahwa berdasarkan buku registrasi tanah, instansi vertikal itu tidak pernah menerbitkan sertifikat 04. Yang ada hanya sertifikat nomor 01 Tolanda dan 01 Batui.
Hal lain yang berkembang dalam forum resmi itu, BSS mengaku sudah mengganti rugi lahan tersebut tahun 1989 kepada pemilik. Dengan harga 1 juta per hektar.
Tahun 1997 warga kembali gugat. Perusahaan kembali membayar 1 juta per hektare kepada 160 lebih hektare. Dana itu merupakan kompensasi perusahaan.
Dan tahun 2001 masyarakat kembali gugat. Lagi lagi perusahaan mengamininya dengan membayar tarif yang sama serta luasan yang sama pula.
Bahkan keputusan pembayaran perusahaan itu disaksikan oleh Bupati Banggai yang kala itu masih dijabat Sudarto, Kajari Luwuk, Kapolres dan Dandim.
Dan saat itu tidak ada lagi gugatan warga, karena sudah clear. Namun belakangan persoalan itu kembali mencuat, hingga ke meja DPRD Banggai untuk RDP. *
Discussion about this post