Kolom Syarif

Politik Deskriptif Menuju Politik Inferensial: Dari Aritmatika Politik Menuju Politik Kalkulus

572
×

Politik Deskriptif Menuju Politik Inferensial: Dari Aritmatika Politik Menuju Politik Kalkulus

Sebarkan artikel ini
Dr. Syarif Makmur, M.Si

STATISTIKA dan Matematika menjadi kebutuhan amat vital dalam dunia politik, karena tanpa statistika dan matematika sangat sulit bagi dunia politik atau sistem politik melakukan kalkulasi, evaluasi bahkan melakukan spekulasi politik.

Berdasarkan data-data statistika dan hitungan matematis, para politisi dapat secara leluasa membuat argumentasi politik. Istilah-istilah signifikan, korelasi, determinasi, populasi, sampel, survei, dan lain-lain adalah bahasa statistika dan matematika yang kerap digunakan oleh para politisi, ekonom bahkan para sosiolog dan psikolog dan ahli-ahli dibidang ini tidak pernah berterimakasih kepada Jasa statistik dan matematika.

Bila di era orde baru, yang menjadi pemmpin bangsa ini di dominasi TNI, secara statistika atau matematika, ini adalah fenomena deskriptif atau fenomena aritmatik yang sangat sederhana dan linier dimana publik dapat segera menduga bahwa bila X maka Y.

Dalam statistik deskriptif atau aritmatika, perhitungan angka-angka masih sangat sederhana, misalnya menghitung rata-rata (mean), modus atau median termasuk menghitung sampel dari sebuah populasi.

Peningkatan analisa statistika matematika dari statistika deskriptif ke statistik inferensial atau dari aritmatika ke kalkulus membutuhkan penalaran, analisis serta perhitungan yang sangat teliti yang membutuhkan otak kanan.

Bila pada statistika deskriptif atau aritmatik orang masih menggunakan otak kiri atau cara berpikir linear, maka sebaliknya pada statistik inferensial atau matematika kalkulus, orang sudah harus menggunakan otak kanan yang lebih inovatif dan kreatif serta berpikir eksponensial (Jokowi, 2022) karena pada analisis ini dibutuhkan kemampuan penalaran yang tajam, misalnya menghitung integral dan deferensial atau menilai hipotesis diterima atau ditolak.

Baca:  Belajar dari Kasus SYL: Syarat Makna Kehidupan

Indonesia bahkan dunia lebih khusus pada anak-anak muda yang merupakan generasi Z, mereka sudah tidak bisa lagi diajak berpikir deskriptif atau berpikir aritmatik, tetapi generasi saat ini atau era digital saat ini sudah berpikir kalkulus atau inferensial serta berpikir eksponensial.

Telah terjadi di depan mata kita tentang revolusi politik inferensial atau politik kalkulus, setelah beberapa tahun belakangan ini terjadi anomali dan krisis pada politik deskriptif atau politik arimatika.

Gibran Cawapres Prabowo Adalah Gejala Inferensial dan Kalkulus

Tampil nya sosok Gibran Rakabuming Raka yang digadang menjadi Cawapres Prabowo merupakan anomali bahkan krisis serta revolusi politik yang terjadi dimana sebagian bessar publik masih berpikir deskriptif dan aritmatik yang merupakan pemikiran masa lalu.

Tampilnya Kaesang Pangarep pun yang hanya hitungan jam menjadi Ketua Umum PSI merupakan lompatan pemikiran deskriptif ke lompatan pemikiran kalkulus-inferensial.

Bagi Prabowo dan Gerindra, terlepas dari adanya dukungan atau tidak adanya dukungan Presiden Joko Widodo terhadap dirinya, hal ini sangat di sadari oleh Prabowo bahwa kekuatan dahsat anak-anak muda sekarang ini harus dipersiapkan dan di rancang, karena bagi Prabowo dan Gerindara Pemimpin itu tidak dilahirkan tetapi harus dipersiapkan.

Baca:  Oligarki Politik: Destruksi Kinerja Penegakan Hukum

Pemikiran maju Prabowo Subianto ini tidaklah mudah untuk diterima partai lain termasuk Partai Gerindra.

Bila Walikota Solo ini positif menjadi Cawapres Prabowo yang akan diumumkan beberapa hari lagi, Indonesia harus menyambut positif tentang hal ini terlepas dari keraguan dan ketidakpercayaan publik terhadap kemampuan Gibran.

Persoalan mendasarnya adalah, Indonesia tengah menuju perubahan dan persaingan global yang sangat ketat yang membutuhkan alih generasi, dari generasi tradisional menuju generasi yang maju, modern dan beradab.

Gibran tidak sendiri, tetapi ada ratusan juta anak-anak muda Indonesia saat ini yang sedang berjuang mendapatkan jati dirinya untuk diakui oleh seluruh anak bangsa (Maslow, 1950).

Cara berpikir inferensial atau politik kalkulus untuk Gibran Rakabuming Raka ini, tidak saja karena pertimbangan tahun politik tetapi pemikiran jauh kedepan untuk Indonesia dan menyelamatkan Generasi Muda dari penjajahan orang-orang tua Indonesia selama ini tidak mempercayai kemampuan anak-anak mereka sendiri.

error: Content is protected !!