Kolom Syarif

Psikologi dan Sosiologi Nikmat

295
×

Psikologi dan Sosiologi Nikmat

Sebarkan artikel ini

“…. PSIKOLOGI nikmat adalah pribadi-pribadi manusia yang merasakan kelezatan, kepuasan, kenikmatan dan anugerah dari Allah swt terhadap dirinya dan ia bersyukur. Sedangkan sosiologi nikmat adalah sekelompok, komunitas, organisasi bahkan bangsa dan negara yang merasakan kelezatan, kepuasan dan anugerah yang telah diberikan oleh Allah dan mereka bersyukur….”

Dr. Syarif Makmur, M.Si

Oleh: Dr. Syarif Makmur, M.Si

BARU beberapa saat yang lalu kita menyaksikan debat Calon Wakil Presiden RI (2024-2029) dengan tema sentral: ekonomi berkelanjutan, ketahanan pangan, masyarakat adat dan desa yang disiarkan secara langsung oleh beberapa stasion televisi nasional.

Debat Cawapres ini sangat ramai dibicarakan dari berbagai sudut pandang publik, pakar dan para ahli dibidangnya masing-masing.

Ada sudut pandang lain yang akan dibahas dalam tulisan singkat ini terkait NIKMAT SYUKUR dan SYUKUR NIKMAT yang terkait dengan berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk debat cawapres. 

Professor Qurais Shihab menjelaskan perbedaan syukur nikmat & nikmat syukur. Menurut ahli tafsir ini, nikmat memiliki tiga makna, yaitu: kelezatan, kepuasan dan anugerah. 

Manusia dapat mengalami 3 (tiga) kelezatan yaitu kelezatan jasmani, kelezatan ruhani dan kelezatan nafsu. Demikian pun dengan kepuasan dan anugerah. 

Debat cawapres bila tidak dikaitkan dengan unsur Nikmat, maka publik tidak akan merasa puas dan tidak bersyukur atas kelezatan penglihatan (mata), kelezatan pendengaran (telinga) bahkan kelezatan kepuasan (hati). Apalagi kelezatan pemikiran (akal) yang telah diberikan Allah SWT.

Alquran menyebutkan berulang-ulang tentang kata Nikmat, dan kata tersebut selalu dihubungkan dengan kata dusta (kebohongan). 

Mengapa kaum Yahudi (Bani israel) dilaknat Allah, karena mereka mendustakan atau berbohong atas nikmat-nikmat Allah.

Baca:  Aksi = Reaksi, Gaya Hidup Akan Sama dengan Tekanan Hidup

Mensyukuri nikmat dan menikmati syukur sebagaimana diuraikan sangat jelas oleh Prof Qurais Shihab terkait “Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan”. Kalimat ini berulang beberapa kali dalam Alquran (Surah-Arrahman). 

Perhelatan politik atau perlombaan demokrasi yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024 ini jika dipandang  hanya dari sudut pandang demokrasi dan politik semata, maka akan bermuara kepada konflik dan perpecahan.

Tetapi bila perhelatan dan perlombaan politik ini dilihat sebagai Nikmat maka akan melahirkan kelezatan dan kepuasan publik serta dapat mempersatukan Indonesia dari ancaman konflik dan peperangan.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran bahwa Kata Nikmat selalu berhubungan dengan kata dusta sebagaimana dalam kalimat Nikmat Tuhan manalagi yang harus kamu dustakan. 

Mengapa demikian? Karena Resah, Renggut dan Rusak (3R) selalu berasal dari sumber nya yaitu KEBOHONGAN (Soewardi, 2001).

Kebohongan dalam berpolitik dan berdemokrasi akan meresahkan rakyat, dan selanjutnya akan merenggut hak dan kewajiban rakyat bahkan nyawa dan yang terakhir para pembohong-pembohong rakyat ini akan melakukan kerusakan dimuka bumi sebagaimana yang dilakukan oleh Yahudi-Israel, karena mendustakan nikmat-nikmat Allah. 

Kepastian bahwa kebohongan itu akan merusak manusia, alam semesta serta sistem yang baik, telah dijelaskan oleh Alquran sejak 1400 tahun yang lalu melalui risalah yang dibawah oleh manusia teladan Muhammad SAW.

Baca:  Politik Deskriptif Menuju Politik Inferensial: Dari Aritmatika Politik Menuju Politik Kalkulus

Nikmat dan Dusta adalah sebuah pilihan kehidupan, bila mana manusia mendustakan atau melakukan kebohongan atas nikmat-nikmat Allah maka pasti kehancuran adalah hasilnya.

Namun bila manusia mensyukuri nikmat dan menikmati syukur (Qurais Shihab, 2021) maka Allah swt sebagai pemberi Nikmat kelezatan, kenikmatan, kepuasan dan anugerah akan menambah nikmat-nikmat itu.

Sebagai ilustrasi yang digambarkan Alquran dan hadist bahwa kelaparan, kehausan, kemiskinan dan sejenisnya adalah Nikmat Allah, banyak yang tidak mensyukuri itu karena menganggap Lapar dan haus adalah hal yang buruk.

Setiap lapar pasti akan ada kekenyangan, setiap haus akan ada dahaga kelezatan, setiap kemiskinan pasti akan datang kemakmuran, dan seterusnya.  Jangan bersedih (La-Tahzan, 2000) buku yang ditulis Al-qarni telah mengupas dan membahas masalah psikologi Nikmat dan sosiologi nikmat. 

Banyak manusia yang bersedih karena tidak memiliki rumah, tidak memiliki keturunan, tidak memiliki jabatan dan lainnya padahal segala kekurangan itu tidak pantas untuk di keluhkan karena ribuan bahkan jutaan kenikmatan telah Allah berikan.

error: Content is protected !!