Dua puisinya yang berjudul ‘Nude’ (Nota untuk Desember) dan ‘Gurindam Setengah Mayam’ dimuat di halaman Bentara, Kompas, edisi Jum’at 4 Juli 2003 dan tercatat sebagai puisi dari penyair Kepulauan Riau pertama yang dimuat di Kompas sejak surat kabar nasional tersebut mulai membuka rubrik puisinya (kala itu masih bernama ‘Bentara’). Sejak itu, sajak-sajaknya secara rutin tayang di media-media nasional seperti Kompas, Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, Jawa Pos, Suara Merdeka.
Tahun 2008, Yayasan Sagang memberi laluan kepada Ramon untuk menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya, Bulu Mata Susu. Setahun setelah Bulu Mata Susu terbit, Ramon Damora diundang sebagai peserta Festival Utan Kayu Litterary Biennale 2009 di Komunitas Salihara, Jakarta Di Utan Kayu Litterary Biennale Festivale 2009, puisi-puisi Ramon Damora diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan termaktub dalam antologi dwi-bahasa ‘Traversing/Merandai’ (Salihara, 2009). Di tahun yang sama, Anugerah Pena Kencana memilih puisi-puisinya untuk antologi ’60 Puisi Indonesia Terbaik 2009′ (Gramedia, 2009).
Tahun 2011, sajak-sajak pendeknya bertema cinta dimuat dalam antologi ‘Cinta, Kenangan, dan Hal-hal yang Tak Selesai’ (Gramedia, 2011). Antologi ini memuat puisi-puisi cinta yang pendek, kurang dari 200 karakter, yang dipublikasikan di medium mikroblog Twitter pada akun @sajak_cinta. Selain Ramon, buku antologi ‘Cinta, Kenangan…’ juga memuat penggalan sajak-sajak cinta musisi Anji, artis Olga Lidya, sastrawan Agus Noor, Warih Wisatsana, Gunawan Maryanto Hasan Aspahani.
Adalah INALCO (Institut National Des Langues Et Civilisations Orientales), Paris, Perancis, salah satu kampus tertua di dunia (berdiri sejak era Revolusi Perancis) yang mempelajari Bahasa-bahasa Timur (Arab, Turki, Parsi, Melayu).
Secara berkala, setiap dua tahun sekali, INALCO membuka kesempatan bagi para sastrawan penutur Bahasa Timur asli untuk mengajar di tempat mereka. Tahun 2015, proposal ‘Puisi Soneta dari Melayu’ Ramon Damora lolos dan diterima oleh Ketua Jurusan Bahasa Melayu INALCO, Dr Etienne Naveau.
Bersama sastrawan Fachrunnas MA Jabbar, Ramon diundang mengajar kelas Bahasa Melayu dan membacakan puisi-puisi sonetanya di kampus INALCO selama hampir satu bulan pada sebuah penghujung musim semi.
Eksperimen Ramon pada puisi-puisi bergaya soneta menarik perhatian Dr Naveau. Tahun 2016, bersama sejumlah pengamat sastra Melayu asal Perancis yang tergabung dalam Association Franco-Indonessienne Pasar Malam, Etienne membuat proyek antologi ‘Florilege Plus de 120 Sonnets Indonesiens de Muhammad Yamin a Sapardi Djoko Damono’ (Florilege dan 120 Soneta Indonesia dari Muhammad Yamin ke Sapardi Djoko Damono). Dua puisi soneta Ramon Damora, Soneta Anai-anai dan Soneta bagi Pelukis Monet, termaktub dalam antologi tersebut dalam terjemahan Perancis: Sonnet de la termite dan Sonnet-Monet.
Tahun 2017, Ramon Damora menerbitkan buku puisi keduanya ‘Benang Bekas Sungai’ yang terpilih sebagai 15 Besar Sayembara Buku Puisi Hari Puisi Indonesia 2017 dari 269 buku puisi yang masuk. Di luar buku puisi, Ramon juga menulis dan mengeditori sejumlah buku-buku jurnalistik, di antaranya ‘Membaca Sani’ (Akar Indonesia, 2013), ‘Memunggungi Arus, Menunggangi Kamus’ (Kumpulan Kolom Bahasa Ramon Damora, PWI Pusat, 2015).
Di dunia wartawan, Ramon memulai karir jurnalistiknya sejak tahun 2000. Hampir 20 tahun mengabdi di jurnalistik, ia tercatat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepri 2 Periode.
Ia juga merupakan jurnalis asal Kepri yang mendapatkan lisensi dari Dewan Pers dan PWI Pusat sebagai Asesor/Penguji UKW (Uji Kompetensi Wartawan).
Sekarang Ramon dipercaya sebagai Ketua Departemen Budaya PWI Pusat, dan Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Literasi Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Pusat.*
(press releasi JMSI)
Discussion about this post